SORONG, PBD – Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan kunjungan kerja (kunker) di Provinsi Papua Barat Daya bertempat disalah satu hotel di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Senin (10/2/25).
Kunker Komite IV DPD RI itu dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan undang-undang nomor 9 tahun 2018 tentang penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Pj Gubernur PBD, Muhammad Musa’ad menyampaikan berbagai tantangan yang dihadapi Provinsi Papua Barat Daya khususnya dalam penyusunan tata ruang.
“Penyusunan tata ruang harus berlandaskan Peraturan Daerah (Perda), namun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua Barat Daya baru terbentuk sekitar 2-3 bulan yang lalu, sehingga belum memungkinkan untuk segera merampungkan regulasi tersebut,” ujar Pj Gubernur PBD, Muhammad Musa’ad.
Sebagai langkah percepatan, diakuinya bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya telah berkoordinasi dengan Provinsi Papua Barat sebagai Provinsi induk untuk memperoleh dokumen tata ruang yang sebelumnya telah disusun.
“Hasilnya, pada tanggal 7 Februari 2025, Gubernur Papua Barat menyerahkan seluruh dokumen terkait tata ruang, baik darat maupun laut, termasuk Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZW BK),” ucapnya
“Ini akan sangat membantu kita dalam melakukan penyesuaian tata ruang sehingga tidak perlu memulai dari nol,” lanjutnya.
Dirinya turut menyoroti permasalahan pajak dan retribusi daerah yang seharusnya diatur melalui Perda. Namun karena PERDA belum tersedia, pemerintah pusat memberikan dispensasi agar sementara waktu bisa menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai dasar hukum pemungutan pajak dan retribusi.
“Dalam aspek PNBP, potensi di Papua Barat Daya masih belum optimal. Provinsi ini memiliki potensi besar di sektor pariwisata, perikanan, dan kelautan, terutama di kawasan Raja Ampat dan sekitarnya. Namun, karena struktur pemerintahan masih dalam tahap pembentukan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masih minim, penerimaan dari sektor ini belum maksimal. Kami masih membutuhkan regulasi yang kuat agar potensi ini bisa dikembangkan dengan optimal,” bebernya.
Selain membahas tata ruang dan PNBP, Musa’ad juga menyoroti kawasan ekonomi khusus (KEK) yang masih menjadi tantangan. Meskipun keputusan Presiden menyatakan KEK berada dibawah Kabupaten, Kabupaten Sorong masih menghadapi keterbatasan anggaran untuk mengembangkan kawasan tersebut.
“Kami berharap ada kebijakan yang memungkinkan kolaborasi lebih erat antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dalam mengelola KEK,” harapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung menegaskan pentingnya optimalisasi PNBP di Papua Barat Daya. Dirinya menyoroti bahwa kontribusi sektor perikanan terhadap PNBP Nasional pada tahun 2023 hanya sekitar Rp1,7 triliun (0,3 persen), sementara sektor kehutanan menyumbang sekitar Rp2,8 triliun (0,5 persen), menurutnya angka ini dinilai sangat kecil dibandingkan dengan potensi sumber daya alam yang sebenarnya tersedia.
“Kami optimis Papua Barat Daya dapat menjadi pilot project dalam optimalisasi PNBP, dengan luas wilayah laut mencapai 200 ribu kilometer persegi dan potensi perikanan sebesar 2,5 juta ton per tahun, daerah ini diperkirakan dapat menyumbang Rp2-5 triliun per tahun untuk PNBP. Selain itu, hutan produksi seluas 1,6 juta hektare di wilayah ini berpotensi menghasilkan Rp10-20 triliun per tahun,” kata Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung.
Diterangkannya bahwa, Papua Barat Daya adalah masa depan Indonesia, dengan kekayaan alam yang melimpah, daerah ini diakuinya berpotensi menjadi pilar ketahanan ekonomi nasional. Namun impian ini disampaikannya dapat terwujud jika kebijakan negara berpihak kepada daerah dan PNBP dikelola secara akuntabel serta berkeadilan.
“Terdapat kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya, seperti keterbatasan infrastruktur pendukung salah satunya kapasitas cold storage untuk penyimpanan hasil perikanan, sehingga diperlukan dukungan finansial yang besar untuk mengoptimalkan potensi ekonomi di Papua Barat Daya,” ungkapnya.
Sebagai bentuk dukungan, dipaparkannya bahwa DPD RI berencana mengajukan proposal kepada Presiden agar efisiensi anggaran yang selama ini dilakukan dapat dikaji ulang dan dialokasikan kembali untuk pengembangan sektor unggulan di Papua Barat Daya.
“Mekanisme review anggaran ini memungkinkan daerah untuk mengajukan permohonan tambahan anggaran guna mendukung program strategis,” lanjutnya.
Dirinya menekankan pentingnya percepatan pencairan dana bagi hasil bagi daerah. Disebutkannya bahwa keterlambatan penerimaan dana bagi hasil sering terjadi, sehingga menghambat pembangunan daerah.
“Menteri Keuangan telah menyatakan komitmennya untuk mengatasi masalah ini dengan menerapkan sistem yang lebih efisien,” sebutnya.
Dijelaskannya bahwa, DPD RI tidak ingin hanya menjadi lembaga ornamen pelengkap, namun pihaknya hadir untuk memastikan bahwa hak-hak termasuk di Papua Barat Daya dalam pembangunan nasional dapat terpenuhi secara optimal.
“Melalui kunker ini diharapkan dapat membuka peluang lebih besar bagi Papua Barat Daya dalam mengoptimalkan potensi PNBP dan mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah pusat dalam hal anggaran dan kebijakan pembangunan,” harapnya.
Tampak hadir dalam kunker tersebut diantaranya Pj Gubernur Papua Barat Daya Muhammad Musa’ad, Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung, Ketua Komite IV DPD RI Ahmad Nawardi, Wakil Ketua I Novita Anakotta, Koordinator Tim Kunker Pdt Mamberob Y. Rumakeik, sejumlah anggota Komite IV DPD RI, sejumlah pimpinan perangkat daerah di lingkup Pemprov PBD, sejumlah Pj kepala daerah Kabupaten/Kota se-Papua Barat Daya, Forkopimda di lingkup Pemprov PBD serta pihak terkait lainnya. (Jharu)
Komentar