SORONG, PBD – Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong buka suara dan menanggapi persoalan yang melibatkan seorang guru SMP Negeri 3 Kota Sorong berinisial SA lantaran diberi sanksi denda sebesar Rp 100 juta oleh orang tua siswi berinisial ES (13) akibat menyebarkan video spidol wajah siswi ES (13) hingga viral di media sosial (medsos) belum lama ini.
Sekda Kota Sorong, Yakob Kareth menuturkan bahwa, kejadian yang menimpa guru SA yang diberi sanksi berupa denda sebesar Rp 100 juta oleh orang tua siswi ES (13), terlebih dahulu harus menjalin komunikasi baik antara guru SA dengan siswi ES (13) sebelum melibatkan orang tua siswi ES (13).
“Komunikasi antara guru dengan siswa itu penting, karena proses belajar mengajar, dua sisi ini (belajar mengajar) yang memang tidak bisa dipisahkan,” ujar Sekda Kota Sorong, Yakob Kareth di Kantor Wali Kota Sorong, Kamis (7/11/24).
Lebih lanjut, disebutkannya bahwa, guru berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus diberikan tugas oleh Undang-undang untuk mendidik generasi bangsa.
“Guru berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diberikan tugas oleh Undang-undang untuk mengajar, kalau ada hal-hal seperti itu perlu dikasih ingat atau kalau ada kelakuan yang diperbuat siswa-siswi perlu dikasih ingat pas waktu penerimaan raport misalnya atau memanggil orang tua yang bersangkutan untuk memberitahukan yang diperbuat siswa ini,” sebutnya.
Dirinya menegaskan, dalam menjalankan tugas mulia selama proses belajar mengajar, dinilainya guru sepatutnya tidak perlu dikenakan aturan adat, lantaran ilmu yang diberikan guru sangatlah penting demi masa depan cemerlang bagi siswa.
“Tidak perlu sanksi denda adat, inikan siswi kelas 8, kalau masuk kelas 9 itu menciptakan kesenjangan antara guru dan siswi, itu tidak perlu pakai adat, emangnya belajar mengajar harus adat-adatan, itukan bagaimana ilmu yang ada pada guru menularkan kepada siswa-siswinya, begitu pula siswa-siswinya berkewajiban menerima ilmu dari gurunya,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, dibeberkannya bahwa, pada usia SMP terkadang siswa-siswi masih terbawa situasi kekanak-kanakan, apalagi terkadang membawa kebiasaan di rumahnya kedalam lingkungan sekolah.
“Pada usia SMP sekitar 12-13 tahun ini, masih terbawa soal kebiasaan di rumah, sehingga dalam batas itu perlu dilakukan pembimbingan, karena usia SMP ini masih terbawa masa anak-anak, masih terbawa kebiasaan di rumah ke dalam kelas,” bebernya.
Saat ditanyakan terkait Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur perlindungan guru, Sekda Kota Sorong itu menjawab Pemkot Sorong telah membahas rancangan Perda Perlindungan Guru, namun masih sementara diharmonisasikan agar kedepannya dapat diketuk menjadi sebuah Peraturan Daerah yang sah dan dapat diberlakukan dikemudian hari.
“Kita sudah menyusun Perda terkait perlindungan guru, kemarin sudah disahkan dan masih diharmonisasikan terus, sehingga mendapatkan registrasi kalau kita akan berlakukan itu kepada guru. Perda ini untuk melindungi guru, melindungi hak guru untuk mengajar siswa dan seterusnya, kami telah harmonisasi kepada biro hukum di Provinsi dan di Pusat, berkaitan harmonisasi terkait naskahnya ataupun bahasanya, itu baru memberikan nomor untuk diberlakukan, sehingga apabila terjadi seperti ini, guru bisa dilindungi oleh Peraturan Daerah,” tutupnya. (Jharu)
Komentar