Sementara itu, Program Officer International NGO Forum on Indonesian Development (INVID), Megawati mengatakan bahwa keberadaan RUU PKS merupakan sebuah inisiatif dan langkah maju yang tidak hanya berbicara terkait hukuman pidana kepada pelaku kekerasan seksual tetapi juga mengenai rehibilitasi bagi pelaku agar tidak mengulangi perbuatan yang sama dikemudian hari. Serta perlindungan, keamanan , penanganan dan pemulihan kepada korban.
Dari hasil survei yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitafif diketahyi bahwa sekitar 70,5% responden setuju diberlakukan RUU PKS dan 20,1% tidak setuju dan 17,1% menganggap RUU ini kontroversi karena bertentangan dengan norma agama yang sebagian kurang tepat mempresepsikannya.
Prevalensi terjadinya kekerasan seksual dialami oleh 71,8% responden dan 28,2% tidak pernah mengalami. Dimana 66,7% dialami perempuan, 33,3% dialami laki-laki dan 99,8% pelaku adalah orang yang mengenal korban.
Kekerasan seksual sebesar 69,7% terjadi di trotoar atau jalanan, 34,4% terjadi dirumah, dimana 7,3% tidak melapor dan 57% tidak mendapatkan penyelesaian hukum.
“93% korban perlu hak untuk pemulihan, konseling dan pengobatan, RUU PKS sangat maju dibandingkan UU yang sudah ada,” tandas Megawati.
90% setuju bahwa korban tidak perlu dihukum apabila menjadi pelaku karena membela diri, 65% setuju bahwa tidak perlu menghukum korban yan menyebarkan rekaman, foto, bukti kekerasan seksual yang dialami. 49,6% setuju bahwa tidak perlu menghukum korban yang hamil karena kekerasan seksual dan menggugurkannya.
Dampak kekerasan seksual, trauma, takut dan malu sebesar itu 94,5%, 83,3 % menyebabkan luka kerusakan alat reproduksi, Rahim dan alat kelamin, 56,7% dikucilkan atau tidak diterima oleh masyarakat.
Komentar