SORONG, PBD – Dalam rangka memperkuat peran perempuan sebagai pilar bangsa sekaligus meningkatkan kapasitas pendampingan terhadap korban kekerasan, Fatayat Nahdlatul Ulama (FNU) Kabupaten Sorong menggelar pelatihan manajemen pendampingan dan penanganan kasus di salah satu hotel Kota Sorong, Papua Barat Daya, Kamis (24/7/25).
Kordinator Inklusi Sorong, Rusyaid dalam laporannya mengatakan kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta yang terdiri dari unsur PW dan PC Fatayat NU, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU), perwakilan tiga Puskesmas (Mariat, Aimas, Malawili), UPTD PPA Kabupaten Sorong, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Sorong serta sejumlah CSO seperti Yayasan Edgat Kairos dan HWDI.
Pelatihan ini menjadi bagian dari program inklusi berkolaborasi dengan Fatayat NU berbagai pihak, termasuk LKP3A sebagai lembaga layanan yang menangani langsung kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ketua PW Fatayat NU Papua Barat Daya, Siti Syamsiah menegaskan pentingnya kolaborasi lintas lembaga demi mewujudkan layanan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan korban.
PW Fatayat NU Papua Barat Daya juga mendorong pentingnya pembentukan LKP3A di beberapa daerah baru seperti Raja Ampat, Tambrauw, dan Sorong Selatan. Ia menegaskan bahwa lembaga ini krusial sebagai rumah aman dan pusat layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
“Kabupaten Sorong menjadi pionir. Namun kita juga sedang mengupayakan pembentukan lembaga serupa di daerah lain. Karena perlindungan harus merata,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa perempuan adalah tiang negara. Jika ibunya kuat, maka anak-anak akan tumbuh kuat, dan bangsa pun akan menjadi kuat.
“Kami tidak hanya ingin melindungi, tapi juga memberdayakan. Karena perempuan bukan sekadar objek perlindungan, tapi juga subjek pembangunan,”ujar Siti
Pelatihan ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh strategis dari Pimpinan Pusat Fatayat NU yaitu bendahara umum Wilda Sururoh dan Fasilitator nasional Nur Khosiah.
Wildah mengatakan Fatayat NU, yang merupakan badan otonom NU bagi perempuan usia produktif dari 20 sampai 45 tahun. Sejauh ini telah hadir di 37 provinsi dengan 420 pimpinan cabang dan cabang istimewa di 18 negara. Program penguatan organisasi terus digaungkan melalui pelatihan kader dasar dan konferensi cabang (konfercab) di berbagai daerah termasuk yang sedang digelar di Raja Ampat.
Visi besar yang digagas oleh Ketua Umum PP Fatayat NU, Hj. Margaret, adalah “Maju bersama, kuat bersama untuk perempuan Indonesia dan peradaban dunia.” Visi ini diwujudkan melalui penguatan struktural dan sinergi program yang bergerak dari pusat hingga akar rumput.
LKP3A menjadi salah satu ujung tombak dalam upaya pemberdayaan dan perlindungan anak dan perempuan. Ditengah meningkatnya kasus kekerasan, lembaga ini dituntut tidak hanya memberikan layanan, tetapi juga melakukan penguatan kapasitas petugas, kader, dan jejaring pendamping.
“Salah satu target besar Fatayat NU dan jaringan layanan adalah menurunkan angka pernikahan usia anak dan memberikan ruang aman dan berdaya bagi perempuan, demi membangun generasi bangsa yang kuat dan berkualitas,” pesan Wildah.
Ketua Lakpesdam NU, Rusdi Rasyid mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan selama 3 hari itu demi melindungi perempuan dan anak sebagai kelompok rentan.
“Pekerjaan ini adalah tanggung jawab bersama. Kita butuh semangat inklusif dan kolaboratif agar semua korban bisa didampingi secara bermartabat.” pesan Rusdi.
Terlihat pelatihan yang mempertemukan 30 aktivis perempuan dan anak mengikuti pelatihan dengan penuh semangat. Sejumlah materi dihari pertama yaitu terkait kebijakan LKP3A, GEDSI, Konvensi Hak Anak dan Kebijakan perundang-undangan terkait perlindungan kepada perempuan dan anak. (Oke)
Komentar