Digusur Pemerintah, Diancam Kapolres, Pedagang Boswesen Sebut Harga Mati

SORONG,- Pasar Boswesen akhirnya berhasil ditutup oleh Pihak Pemerintah Kota Sorong yang dibantu dengan Aparat Kepolisian maupun TNI, aksi pembokaran ini dimulai dari pukul 07:00 Wit Pagi usai apel gabungan bersama di halaman Pasar Boswesen, Kota Sorong, Papua Barat, Rabu (28/9/22).

Pembongkaran ini dilakukan buntut aksi sejumlah pedagang Rufei yang datang berjualan di kantor Wali Kota Sorong beberapa hari lalu yang meminta agar pasar boswesen segera ditutup. Dagangan mereka, di pasar Rufei tak laku akibat masih adanya pedagang di boswesen.

Tampak, pembongkaran di pasar Boswesen menggunakan alat berat, meski adanya aksi protes lewat adu mulut antar pedagang juga pihak kepolisian dalam hal ini Kapolres Kota Sorong, AKBP Johannes Kidangen, namun proses pembongkaran terus tetap berjalan hingga tidak ada lagi pondok-pondok jualan yang tersisa.

“Kalau ada yang masih jualan saya akan tangkap untuk bawa ke pasar modern sudah tidak ada lagi yang bertanya saat ini kalau kalian tidak segera tinggalkan tempat ini dan bersatu bersama pedagang-pedagang lain di Rufei dengan terpaksa kami harus bongkar, ini tanah milik pemerintah yang akan dibangun tempat yang lebih baik biar kelihatan bersih kota ini,” ucap Kapolres.

Sementara itu, Mama Siska Bless yang sudah menekuni profesinya sebagai pedagang di Pasar Boswesen sejak 2001 hingga saat ini sangat menyayangkan aksi yang baru saja dilakukan karena dinilai Pemerintah tidak mempertanggungjawabkan kata-kata sesuai hasil pertemuan dengan Pj Wali Kota dan beberapa perwakilan pedagang di Hotel Belagri beberapa waktu lalu.

“Tempat yang katanya mau dibikin taman terbuka hijau ini percuma saja karena besok-besok orang mabuk yang akan tempatinya dan disitu pasti akan ada bisnis narkoba minuman dan lain sebagainya, kami kecewa karena Bapak Pj tidak pegang kata-katanya dia bilang begini “kamu pergi dulu nanti satu dua minggu kita lihat kalau sudah tidak bisa kalian boleh berjualan lagi kembali dan kami pemerintah mengkaji ulang,” ungkap Mama Siska.

Dibeberkannya, mengapa seorang Pejabat tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang telah disampaikan, saat ini boleh bawah sejumlah media massa dan bertanya kepada pembeli mengapa tidak berbelanja di pasar baru dan mengapa menyuruh kami untuk tetap berjualan di boswesen.

“Kami ini berjualan karena atas kemauan pembeli kalau kamu ke sana kami tidak akan ke sana selama ada jembatan puri ada pasar sentral mereka tidak ada kesana, jadi keputusan kami mama-mama di pasar boswesen kami tetap akan berjualan di sini pasar boswesen harga mati,” tegasnya.

Lanjuntnya, Sampai kapanpun bangunan boleh runtuh tiang-tiang boleh dibongkar tenda-tenda boleh dirobohkan akan tetapi tanah yang kami duduki di pasar tidak akan pernah rusak, Pemerintah mau datang berulang-ulang kali kami tetap akan berjualan di tempat ini jangan perlakukan kami seperti binatang.

Baginya, Pasar boswesen adalah pasar yang bersejarah dalam kehidupan keluarganya sebab anak-anak bersekolah dan berhasil dari jualan di pasar boswesen, selain itu boswesen juga merupakan tempat perkumpulan bagi mama-mama papua dari berbagai suku yakni tambrauw sorong selatan dari pulau buaya pulau sop ini tempat yang biasa mereka singgah dengan perahu lalu berjualan baru kenapa pemerintah berani mengorbankan mereka.

Sehingga Ia mewakili suara hati pedagang-pedagang minta agar Pemerintah tetap menyediakan pasar khusus bagi mama-mama papua tidak ditempat lain melainkan di pasar boswesen.

Sebab melihat di daerah papua lainnya, pemerintah setempat telah menyiapkan pasar bagi mama-mama papua, lalu mengapa di kota sorong sendiri belum ada. (Mewa)

Komentar