SORONG, PBD – Institut USBA menggelar Dialog Kebudayaan dengan tema Penguatan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDM) di Raja Ampat yang berlangsung bertempat disalah satu hotel di Kota Sorong, Kamis (2/10/25).
Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Energi dan Sumber Daya Mineral (Disnakertrans ESDM) Papua Barat Daya Suroso ditandai dengan penabuhan tifa bersama mewakili Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu.
Kadisnakertrans ESDM PBD Suroso menyampaikan apresiasi pemerintah provinsi atas inisiatif Institut USBA yang berupaya mempertemukan aspek budaya dan kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam di Raja Ampat.
“Raja Ampat dikenal kaya, tidak hanya dari sumber daya alam di laut dan darat, tetapi juga dari sumber daya manusianya serta hasil kebudayaannya. Namun, disisi lain, terdapat tantangan besar tentang arah pembangunan dan pengelolaan sumber daya tersebut,” ujar Kadisnakertrans ESDM PBD Suroso .
Ia menuturkan bahwa, dialog ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang berguna bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dalam pengambilan kebijakan yang lebih berkelanjutan dan ramah terhadap masyarakat adat.
Sementara itu, Direktur Institut USBA, Charles Imbir menegaskan pentingnya posisi masyarakat adat dalam dinamika pembangunan di Raja Ampat.
“Raja Ampat memiliki banyak suku adat yang selama ini bersatu. Namun, dalam perkembangan saat ini, terdapat tekanan-tekanan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat adat, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga eksploitasi sumber daya alam seperti mineral dan nikel,” ungkap Direktur Institut USBA, Charles Imbir.
Charles menjelaskan, dialog ini bertujuan untuk memperjelas posisi masyarakat adat baik di internal komunitas maupun hubungan dengan pemerintah.
Tak hanya itu, dirinya menyoroti pentingnya kolaborasi antara masyarakat adat, pemerintah, LSM, dan akademisi agar pembangunan dapat berjalan seiring dengan pelestarian budaya dan keberlangsungan sosial masyarakat.
“Tanah adat sering menjadi sumber konflik ketika pembangunan seperti sekolah atau fasilitas kesehatan direncanakan, sehingga dialog dan pengakuan antar pihak sangat dibutuhkan agar tidak terjadi gesekan yang merugikan,” jelasnya.
Charles berharap hasil dialog ini menjadi pijakan penting dalam menjaga kesatuan, penghormatan antar suku, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di Raja Ampat, sekaligus mempertahankan peradaban manusia yang telah lama berkembang di wilayah tersebut.
Dialog Kebudayaan ini diikuti oleh perwakilan suku-suku adat di Raja Ampat, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, serta berbagai elemen masyarakat lainnya. Diharapkan, hasilnya dapat menjadi referensi strategis dalam menjaga keberlangsungan adat dan pembangunan SDA di wilayah Raja Ampat Papua Barat Daya. (Jharu)
Komentar