SORONG, PBD – Wajah tegang terlihat ke sejumlah peserta yang mengikuti Seminar Strategi Nasional(Stranas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana PendanaanTerorisme (TPPT) di salah satu hotel di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Kamis (9/11/23).
Bukan main-main, Bank Indonesia Papua Barat menghadirkan 3 nara sumber yang memiliki kapasitas dibidang TPPU dan TPPT, yaitu Heni Subakti dari PPATK, Kompol Daniel dari Densus 88 Mabes Polri dan Akmal Amiruddin, KPW Provinsi DKI Jakarta.
Heni Subakti mengawali seminar dengan pemaparan mengenai aturan undang-undang tentang TPPU dan TPPT. Dimana TPPU sendiri memiliki definisi yaitu Upaya untuk mengaburkan asal usul harta kekayaan dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah. Ia mengatakan bahwa ada tiga skema dalam pencucian uang yaitu Placement atau menempatkan uang kemudian mulai dicuci dengan mengirim ke berbagai pihak, seperti memberikan dana hibah, investasi dan lain sebagainya. Kemudian Integration adalah menikmati hasil dari pencucian uang, dengan membeli kendaraan mewah, properti, perhiasan, aksesoris bahkan operasi plastik.
Ancaman hukuman TPPU sendiri tidak main-main, yaitu paling lama 20 tahun dan denda antara 5 miliar (pasal 4) sampai 10 miliar (pasal 3) bagi pelaku aktif. Sedangkan bagi pelaku pasif, diganjar hukuman paling lama 5 tahun dan denda 1 miliar.
Sementara Kompol Daniel yang memiliki daftar riwayat hidup yang cukup mencengangkan itu meminta peserta untuk tidak merekam atau memvideokan saat dirinya memaparkan materi karena cukup sensitif. Alhasil, sejumlah peserta semakin tegang saat Ia memaparkan TPPT. Sejumlah peserta terlihat tercengang dengan modus dan strategi pendanaan untuk kegiatan terorisme. Adapun sejumlah modus yang dilakukan adalah mencari perhatian melalui sumbangan-sumbangan bahkan kotak amal.
Sedangkan Akmal, lebih banyak menyampaikan terkait pengawasan Bank Indonesia terkait Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) yang menjadi wewenang BI dalam pengawasan. Ia mengatakan bahwa potensi pencucian uang melalui KUPVA cukup tinggi, karena di Indonesia dilarang melakukan transaksi selain uang rupiah. Sehingga pelaku kejahatan melakukan penukaran uang di Indonesia untuk mencuci uang hasil tindak kejahatan.
“Misalnya tindak pidana hasil judi, dibawa dari luar negeri kemudian ditukar di Indonesia, kemudian dipakai untuk investasi atau lainnya itu yang patut diwaspadai. Apalagi di Provinsi Papua Barat Daya ini, potensi wisatanya cukup tinggi, jadi patut untuk diwaspadai juga,” ujar Akmal.
Usai pemaparan sejumlah materi dari ketiga narasumber, peserta terlihat enggan beranjak dan serius mengikuti seminar. Apalagi disaat sesi tanya jawab, antusias peserta tak henti-hentinya menanyakan sejumlah pertanyaan kepada ketiga narasumber.
Terlihat Staf Ahli Ekonomi Pembangunan mewakili Pj Gubernur Papua Barat Daya, George Yarangga, Pjs Sekda Kota Sorong, Rudi Lakku dan Kepala Kejaksaan Negeri Sorong, tetap bertahan hingga seminar berakhir.
Yarangga kepada media usai seminar memberikan apresiasi kepada BI yang telah menyelenggarakan seminar tersebut.
“Kegiatan ini sangat baik sekali, teristimewa kita yang ada di wilayah Provinsi Papua Barat Daya, karena tadi dari narasumber itu menarik sekali dan bahkan sampai tegang ya, saat ada instruksi dilarang merekam dan video, itu benar-benar baik sekali. Hal ini akan Saya laporkan ke Pak Gubernur, kalau bisa hal serupa dilakukan buat seluruh OPD dan kepala-kepala daerah se Papua Barat Daya untuk mengetahui tentang bahaya Tindak Pidana Pencucian Uang dan Terorisme,” ujar Yarangga.
Ia berharap dengan hadirnya Provinsi Papua Barat Daya, tidak menjadi sasaran empuk pelaku kejahatan untuk melakukan TPPU dan TPPT.
Sementara Kepala BI Perwakilan Papua Barat, Tommy Tamawiwy menjelaskan bahwa Bank Indonesia menginisiasi penyelenggaraan Seminar ini,selain sebagai bentuk sinergitas dan kolaborasi dengan Pemerintah Daerah untukmewujudkan PBD yang bersih dan TPPU dan TPPT, tetapi juga sebagaipengejawantahan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral RepublikIndonesia yang memiliki beberapa kewenangan, diantaranya mengatur, mengawasi,dan mengembangkan ekosistem Sistem Pembayaran sekaligus Lalu Lintas Devisa.
Kemudian berdasarkan Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) yang dituangkan dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentangPencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-undang No.9 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Bank Indonesiamerupakan salah satu Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) yang memiliki kewenangan dalam hal pengaturan, pengawasan dan/atau pengenaan sanksiterhadap Pihak Pelapor yang berada di bawah wewenangnya meliputi PenyediaJasa Keuangan (PJK).
Ia pun berharap melalui seminar ini Kepercayaan dan harapan dari komunitas internasional Indonesia melalui pengakuan sebagai anggota tetap FATF, perlu dijaga dan ditindaklanjuti dengan memperkuat koordinasi antar seluruh pihak, tidak hanya terbatas pada otoritas maupun aparat penegak hukum, namun juga dari seluruh pelaku usaha maupun masyarakat. Besar harapan kami, sinergi dan kolaborasi antara stakeholders terkait pada kegiatan hari ini dapat menjadi tonggak awal komitmen bersama dalam memerangi TPPU dan TPPT di Indonesia khususnya di Papua Barat Daya. (oke)
Komentar