Berdayakan Masyarakat Tanam Mangrove, BRGM Harap Warga Beralih Profesi

SORONG, – Pagi itu, Aminah bersama puluhan Perempuan lainnya berlari kegirangan menuju kawasan hutan Mangrove yang gersang. Menggunakan kaos berwarna hijau muda, hijab berwarna putih, dilengkapi masker berwarna hitam, rok dari tali rumput dan kalungan bunga Mangrove membuat perempuan asli suku Kokoda Papua itu terlihat energik.

Pagi ini, Ia bersama puluhan Kepala Keluarga akan bertemu langsung dengan Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Ayu Dewi Utami dan sejumlah pejabat lainnya.

Aminah sejak tahun 2021 mendadak menjadi petani Mangrove, bersama suami yang kesehariannya nelayan. Ia mendapatkan tawaran dan pekerjaan sampingan dengan menanam mangrove hampir sebulan Lamanya.

Setiap hari usai menjala ikan di laut, Ia bersama suami bergegas ke hutan Mangrove Untuk menanam sekitar 100 sampai 150 bibit Mangrove dibantu anak-anaknya juga. Sekitar sebulan bercocok tanam bibit Mangrove, akhirnya Ia menerima upah yang langsung diterimanya melalui rekening pribadi di Bank Rakyat Indonesia (BRI).

“Saya terima Rp.7.900.000, Saya pakai buat biaya kuliah anak, kehidupan sehari-hari dan membeli jaring buat tambahan suami saat mencari ikan di laut. Ini sangat membantu sekali apalagi saat Corona (Covid-19) seperti sekarang,” terang Aminah.

Ia bersyukur adanya program menanam Mangrove di kawasan dekat tempat tinggalnya di Kampung Maibo, Kabupaten Sorong dan berharap program tersebut dapat berkelanjutan.

Warga di Kampung Maibo, dulunya merupakan pengungsi dari kawasan Bandara DEO Kota Sorong. Bertahun-tahun mereka bergantung hidup dengan memanfaatkan pohon mangrove Untuk mata pencarian, dengan mengambil kayu dan mengambil karang dibawah pohon Mangrove yang sekarat atau mencari kepiting Bakau.

Kepala Kampung Maibo, Sudin Simurut pun turun tangan dalam memberikan edukasi kepada warga kampung Maibo. Ia berharap dengan adanya rehabilitasi kawasan Mangrove yang telah rusak dengan penanaman kembali bibit Mangrove dan stimulasi dana dari pemerintah, dapat membuat masyarakat tak lagi bergantung pada Mangrove sebagai sumber mata pencarian.

“Saat ini kita tanam, butuh waktu bertahun-tahun Untuk dia (Mangrove) tumbuh besar dan kokoh. Jangan sampai anak cucu kita yang menerima dampaknya akibat lahan disini yang semakin kritis,” ujar Sudin.

Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan hasil hutan cabang Dinas Kehutanan Wilayah IX di Sorong, Sarteis Sagrim mengatakan bahwa ada 50 hektar yang ditanam dan melibatkan 45 orang di kampung Maibo. Penanaman tahun ini adalah Tahun kedua dimana total tahun pertama dan kedua adalah 100 hektar dimana kawasan itu masih ada ratusan lagi yang masih kritis dan diharapkan tahun berikutnya bisa ditanami bibit Mangrove. Terkait pemeliharaan dan pengawasan pasca penanaman, Sarteis mengatakan bahwa ada timnya yang secara berkala melakukan pemeliharaan.

“Ada pengawas, mereka akan pantau bibit yang sudah ditanam,” ujar Sarteis.
Sementara itu, sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Ayu Dewi Utami didampingi Kepala Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai Dan Hutan Lindung Remu Ransiki, Giri Suryanta dan Plt. Kepala BBKSDA Papua Barat, Budi Mulyanto menyatakan bahwa Badan Restorasi Gambut dan Mangrove bersama KLHK memiliki tugas melakukan rehabilitasi di 9 provinsi salah satu diantaranya yaitu Papua Barat.

“Untuk tahun 2021 kami melaksanakan rehabilitasi total 33.000 hektar diseluruh Indonesia, di Papua Barat 1.500 hektar lahan kritis. Setelah cheking lokasi dilakukan penanaman mangrove 50 hektar disini (Kampung Maibo),” terang Ayu.

Adapun intervensi dari BRGM selain mensuport bibit Mangrove juga melalui upah kerja harian warga untuk menanam bibit Mangrove berupa stimulasi dana.

Hal ini dilakukan dalam rangka pemulihan nasional dimana dengan kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara ekosistem hutan Mangrove. Bantuan upah kerja juga sebagai stimulan agar dapat menjadi modal bagi mereka meninggalkan kebiasaan lama dan beralih mencari mata pencarian baru. Misalnya membuat tambak Ikan atau tambak udang dan lain sebagainya,” ujar Ayu.

Program BRGM ini menurut Ayu harus didukung penuh oleh pemerintah daerah dan instansi teknis lainnya. Kolaborasi tersebut diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Sementara itu, Giri menambahkan bahwa luas hutan mangrove di Papua Barat seluas 40.000 hektar dan 15.000 hektar merupakan lahan kritis. Ia menyatakan masih perlu rehabilitasi kawasan hutan Mangrove di wilayah Papua Barat. (Oke)