MERAUKE, PAPUA SELATAN – Dalam rangka perlindungan bahasa daerah, Balai Bahasa Provinsi Papua menggelar pelatihan guru utama revitalisasi bahasa Imbuti (Marind).
Pantauan Sorongnews.com, pelatihan yang diikuti sebanyak 30 guru utama yaitu guru SD dan SMP, Lembaga Masyarakat Adat (LMA), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Sekolah Alam Paradise, dan masyarakat Marind berlangsung di aula Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Merauke selama 4 hari, 11-14 April 2023.
Dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke, Stevanus Kapasiang, Selasa (11/4/23).
Tampak hadir Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua Selatan, Moses Maniagasi dan Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Merauke, Yolenta.
Menghadirkan pemateri Balai Bahasa Provinsi Papua, Yohanis Sanjoko dan Tokoh Perempuan Marind/Pegiat dan Pengajar Bahasa Marind di Sekolah Alam Paradise, Mujina Kaize.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Papua, Sukardi Gau dalam sambutannya mengatakan, bahasa Marind masuk dalam 7 bahasa daerah yang direvitalisasi sejak 2022. Kemudian, Balai Bahasa Papua menambah 2 bahasa daerah yaitu Moi dari Sorong dan Hakam dari Manokwari sehingga berjumlah 9 bahasa daerah yang direvitalisasi di 2023.
“Sebenarnya program pelestarian bahasa daerah adalah tanggungjawab pemerintah daerah, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Namun, kami sekarang memfasilitasi pemda untuk merevitalisasi bahasa daerah,” jelasnya.
Menurut Sukardi, kedepan pemda yang akan melanjutkan program revitalisasi bahasa daerah berdasarkan kewenangannya dan ketersediaan anggaran.
Balai Bahasa Papua selama ini terus mencoba mendokumentasikan bahasa daerah di Papua secara masif.
Bahasa daerah kini bukalah hal tabu, justru unik dan berbeda. Bahkan, menunjukkan jati diri bangsa.
“Sekarang kami melatih 30 guru utama yang diajak bermitra untuk berkomunikasi khusus pelestarian bahasa daerah Marind. Kedepan, kami harap pemda bisa melakukan hal yang sama. Merevitalisasi bahasa daerah lain. Misal, Muyu dan sebagainya,” ujar Sukardi.
Setelah pelatihan, sambungnya, para guru akan menularkan ilmu secara bertahap kepada sejawat guru, siswa, komunitas, masjid, gereja, dan pasar.
“Merauke Ibu Kota Daerah Otonomi Baru Provinsi Papua Selatan berpeluang menjadi pusat bahasa daerah Marind. Kita ingin bahasa Marind abadi untuk anak cucu, bukan hanya menjadi dongeng belaka. Oleh karena itu, harus ditopang Pemda melalui Peraturan Daerah (Perda),” tegas Kepala Balai.
Sukardi berharap, Pemkab Merauke menginisiasi gelaran festival tunas bahasa ibu tingkat kabupaten guna menyeleksi penutur bahasa daerah untuk diikutsertakan dalam festival ditingkat provinsi dan nasional.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke, Stevanus Kapasiang mengungkapkan, perlindungan bahasa marind adalah tugas tanggungjawab brsma. Sejalan dengan kedudukan bahasa sebagai simbol dan sarana pemersatu identitas suatu bangsa.
“Program revitalisasi bahasa daerah yang dimotori Kemendikbudristek merupakan tahapan strategis. Tujuannya, mengoperasikan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari dan mencetak penutur muda,” ujarnya.
Menurutnya, bahasa daerah Marind harus dilindungi ditengah arus globalisasi.
“Pemkab Merauke akan melestarikan keberagamaan bahasa dan sastra daerah guna memantapkan jati diri OAP. Diharapkan kesadaran masyarakat Meraike dalam memelihara dan menumbuhkembangkan bahasa Marind,” tandas Stevanus Kapasiang. (Hidayatillah)
Komentar