SORONG, – Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) bersama sejumlah komunitas dan organisasi perempuan lainnya di Sorong menggelar aksi simpatik di perempatan trafic light Remu Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (25/11/21).
Aksi simpatik berupa orasi serta pembagian bunga kepada pengguna jalan yang berhenti saat lampu merah menyala, sebagai awal dimulainya kampanye hari anti kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ketua JKLPK Sorong, Johana Kamesrar mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan inisiasi dari JKLPK bersama sejumlah komunitas guna menyuarakan serta mengingatkan kembali kepada warga untuk berhenti melakukan tindakan kekerasan kepada perempuan dan anak.
“Mulai hari ini adalah awal 16 hari kampanye stop kekerasan kepada perempuan dan anak. Kami punya slogan, pukul perempuan bukan budaya kita, tapi pukul tifa baru budaya kita. Kita akan mengawali disini, akan dilanjutkan dengan pembagian bunga di Lapas, Polres, kemudian workshop, mengunjungi SLB dan pembakaran lilin serempak disejumlah titik,” ujar Johana.
Salah satu LPK lainnya, Nova Sroyer menambahkan bahwa membagikan bunga, karena bunga sebagai simbol dari kasih sayang. Kasih sayang ini untuk memperingati kekerasan yang terjadi pada anak-anak dan perempuan baik secara fisik atau secara mental. Bunga yang dibagikan juga bukan bunga sintetis, melainkan bunga kertas yang sengaja dibuat dengan tangan Mama-Mama Papua.
“Selama ini perempuan seperti sebagai komoditas, perempuan diperjual belikan untuk kepentingan orang-orang tertentu, untuk mereka punya kepentingan. Perempuan selalu menjadi sasaran amarah laki-laki dalam masalah rumah tangga sehingga banyak kasus KDRT didalam rumah tangga. Apalagi dimasa Pandemi Covid-19 seperti saat ini. Kasus kekerasan pada perempuan dan anak terus meningkat,” ujar Nova.
Sebagai salah satu pendamping LPK dibidang ekonomi, Perempuan Papua bukan hanya kekerasan fisik, tapi kekerasan mental karena ekonomi. Alasan ekonomi juga menjadi dasar terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Ia juga menambahkan bahwa peran perempuan dan keluarga sangat penting dalam mengajarkan anti kekerasan kepada anak-anak.
“Kekerasan terjadi berpuluh puluh tahun yang lalu, baik kekerasan dalam rumah tangga, lingkungan dan anak-anak, itu ada. Sehingga kami berharap kesadaran untuk meminimalisir kekerasan dari diri Kita perempuan, perempuan harus mengajarkan itu kepada anak-anaknya. Sehingga anak-anak kita tumbuh dan tidak menjadi pelaku kekerasan,” ujar Nova.
Komunitas ini juga berharap dinas-dinas terkait dari pemerintah bisa berkolaborasi bersama untuk melindungi perempuan dengan aturan-aturan serta sanksi kepada pelaku kekerasan pada perempuan dan anak.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan yaitu menggunakan masker.
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia.
Aktivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. (Oke)
Komentar