SORONG, PBD – Kabar bahagia bagi pasangan suami isteri yang merindukan buah hati setelah lama menanti. Tak perlu lagi jauh ke luar Sorong untuk program inseminasi buatan, karena di Sorong sudah ada, namun kabar buruknya adalah fasilitas tersebut belum dibuka untuk umum.
Informasi yang diperoleh sorongnews.com, sejumlah peralatan inseminasi buatan telah ada di RSUD JP Wanane Kabupaten Sorong sejak tahun 2020 lalu. Namun sayangnya hingga tahun 2023, peralatan tersebut belum difungsikan dengan optimal.
Saat ditemui sorongnews.com dokter spesialis infertilitas dan endoktrin lulusan Universitas Diponegoro, dr Yan Pieter Kambu Sp. OG(K) yang merupakan konsultan khusus bidang infertilitas, endoktrin dan reproduksi yang juga bekerja di RSUD JP Wanane membenarkan hal tersebut. Ditemui belum lama ini, dokter satu-satunya yang fokus pada permasalahan infertilitas, endoktrin dan reproduksi di wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya ini mengatakan bahwa peralatan memang telah ada pada tahun 2020 namun akibat COVID pada pertengahan tahun 2021 baru mulai difungsikan tapi tidak untuk masyarakat umum.
“Benar, memang sudah ada fasilitas untuk inseminasi di RSUD JP Wanane, mulai dari alat USG, ruangan reparasi sperma, laboratorium, ruang tunggu, tempat kerja, inkubator untuk tempat penyimpanan medium yang dipakai untuk proses reparasi sperma semua sudah lengkap termasuk SDMnya semua sudah lengkap. Sayangnya belum dibuka untuk masyarakat umum karena kendala belum adanya regulasi terkait tarif dari pimpinan Rumah Sakit,” ujar dr. Yan.
Ia menambahkan bahwa sudah lama, dirinya yang bertanggung jawab pada program inseminasi ini mengajukan tarif harga kepada pimpinan RSUD JP Wanane, tapi hingga tahun 2023 belum juga membuahkan hasil. Sehingga peralatan yang ada, tidak dapat dipergunakan optimal. Padahal banyak pasiennya yang membutuhkan program tersebut.
Ditanya terkait besaran tarif, Ia mengatakan bahwa harga cukup terjangkau dan standar dengan rumah sakit lainnya di luar Sorong.
“Untuk tarif standar ya, itu dipakai untuk bahan habis pakai, reagen, jasa rumah sakit dan jasa pelayanan, sekitar empat jutaan, yang sedikit mahal memang dari reagen, reparasi sperma dan obat hormonnya,” ungkapnya.
Terkait tingkat keberhasilan, Ia mengatakan untuk inseminasi buatan tingkat keberhasilan sekitar 15-30 persen tergantung dari situasi pasutri. Sehingga sebelum inseminasi maka dilakukan prosedural pengecekan kesuburan pasutri. Namun karena terkendala regulasi jasa tarif dari pihak RSUD, maka dr Yan Kambu yang juga membuka praktek di Apotek Chandra Remu ini masih menggunakan metode alamiah bagi pasutri yang lama merindukan buah hati.
“Ia benar, selama ini Saya juga telah berhasil membantu puluhan pasangan suami isteri yang terkendala masalah reproduksi. Biasanya Saya lakukan pemeriksaan darah lengkap, cek hormon saluran reproduksi isteri, cek sel telur, cek sperma suami, jika ada masalah sel telur, kita perbaiki kualitas sel telurnya, berhubungan saat masa subur dan rajin untuk berkonsultasi,” sebutnya.
Ia pun berharap agar regulasi tarif jasa inseminasi buatan dari RSUD JP Wanane bisa segera ditetapkan agar dapat membantu lebih banyak pasutri yang belum memiliki keturunan.
“Kenapa hal ini penting, karena menjadi problem kesehatan sangat serius, apalagi bagi Orang Asli Papua, sangat mengkhawatirkan jika tidak dapat bereproduksi. Dari sisi perempuan, WHO mengatakan bahwa perempuan yang sehat adalah yang organ reproduksi dan fungsi reproduksi berjalan baik. Kita berharap mereka yang belum beruntung pada program alami dapat menjalani inseminasi buatan dan kedepannya berharap ada program bayi tabung juga di RSUD JP Wanane,” harap dr. Yan Kambu.
Sampai berita ini diturunkan, pihak pimpinan RSUD JP Wanane yang ditemui beberapa kali tidak berada di RSUD dengan alasan tidak berada di tempat. (oke)
Komentar