Suara dari Pelatihan Fatayat NU, Menyatukan Ilmu, Aksi, dan Harapan untuk Perlindungan Perempuan dan Anak

SORONG, PBD — Dalam suasana reflektif di akhir rangkaian Pelatihan Manajemen Pendampingan dan Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak selama tiga hari, peserta dari berbagai latar belakang menyampaikan kesan mendalam dan harapan besar terhadap keberlanjutan program ini. Dua di antaranya adalah Rosdiana, perwakilan dari Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Sorong, serta Ismail Kunu, pemuda dari Karang Taruna Kampung Arar.

Bagi Rosdiana, pelatihan ini bukan sekadar forum belajar, tapi juga jendela yang membuka cakrawala pemikiran tentang bagaimana menangani kasus kekerasan berbasis gender secara profesional dan manusiawi. Ia mengaku menjadi lebih percaya diri dalam memberikan pendampingan kepada korban, karena memahami pentingnya pendekatan yang tepat dan berempati.

“Pelatihan ini memperkuat keyakinan kami di PSGA bahwa perguruan tinggi punya peran penting dalam memperkuat layanan perlindungan perempuan dan anak. Selain mendapatkan ilmu praktis untuk riset dan pengabdian, kami juga melihat peluang besar untuk membangun kolaborasi nyata dengan lembaga layanan dan pemangku kepentingan daerah,” ungkap Rosdiana.

Tak hanya berhenti pada pelatihan ini, Ia berharap kegiatan serupa bisa berlanjut secara rutin dengan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, adat, hingga aparat desa. Lebih jauh, Ia memimpikan adanya pusat layanan berbasis komunitas yang lahir dari sinergi antara akademisi, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil.

Sementara itu, Ismail Kunu mengungkapkan rasa bangga bisa terlibat dalam kegiatan yang menurutnya sangat penting bagi masa depan generasi muda. Ia mengaku banyak belajar selama pelatihan, terutama tentang peran strategis laki-laki dalam menciptakan rumah tangga yang aman dan relasi yang setara.

“Kegiatan ini luar biasa. Saya jadi tahu pentingnya laki-laki ikut terlibat dalam isu perlindungan perempuan dan anak. Ini bukan hanya tugas perempuan saja. Harus ada kesadaran bersama, biar anak-anak kita aman, dan tidak ada lagi kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Ismail penuh semangat.

Ia berharap kegiatan ini terus diperkuat dan dikembangkan, termasuk dengan pelibatan generasi muda agar lebih paham dan peduli terhadap isu-isu sensitif seperti kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi, dan diskriminasi.

Pelatihan yang diinisiasi sebagai bagian dari program inklusi di Kabupaten Sorong ini memang tidak hanya memperkuat kapasitas teknis peserta, tapi juga menyalakan api semangat kolaborasi dan transformasi sosial. Di balik setiap sesi diskusi, tersimpan komitmen bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak bukan sekadar program, melainkan tanggung jawab kolektif demi masa depan yang lebih adil dan aman bagi semua. (Oke)

Komentar