Rektor Sebut Kasus Pelecehan di Unvic Tidak Benar, BEM Tegaskan Rektor Jangan Lindungi Terduga

SORONG,- Baru-baru ini beredar informasi telah terjadi pelecehan seksual terhadap salah satu mahasiswi Universitas Victory (UNVIC) Sorong oleh salah satu oknum dosen. Hal tersebut justru membuat publik bertanya-tanya bagaimana bisa terjadi perbuatan itu dalam dunia pendidikan.

Beberapa media di Kota Sorong mencoba untuk menelusuri akar permasalahan pada kampus ternama ini.

____ ____ ____ ____

Saat ditemui awak media di cafe lain hati, Kilometer 10 Kota Sorong, Papua Barat Daya, Jumat (9/12/22) malam. Rektor UNVIC Roximelsen Suripatty menjelaskan masalah itu merupakan masalah personal tak ada sangkut pautnya dengan rektor. Dirinya berkata kalaupun ada masalah pelecehan berarti adalah masalah pribadi bukanlah lembaga. Dimana yang berwenang dalam memutuskan perkara tersebut tak lain adalah pengadilan.

“Sampai saat ini belum ditetapkan tersangka bagi keduanya, Jadi saya belum bisa kasih berhenti keduanya karena belum ada bukti, jadi coba bertanya di Kapolres Sorong Kota karena yang terduga sudah laporkan terkait pencemaran nama baik. Kita juga sudah lapor atas pencemaran nama baik lembaga,” ungkapnya.

Roximelsen juga menanyakan ciri-ciri lesbian seperti apa yang dilakukan oleh terduga, hingga saat ini dirinya tak mengetahui apapun perihal kasus tersebut. Jika pihak kepolisian bisa membuktikan adanya tersangka, ia tak segan-segan untuk memecat terduga.

Menurutnya mahasiswa yang melakukan demonstrasi di halaman UNVIC, bukalah mahasiswa UNVIC namun merupakan mahasiswa dari luar. Dimana pengeluaran terhadap kedua mahasiswa pada kampus UNVIC, terjadi karena bertentangan dengan peraturan akademik. Ia menilai jika kedua mahasiswa tersebut telah membuat onar dalam kampus sehingga patut untuk dikeluarkan.

“Tidak ada pelecehan, apa yang dilecehkan sampai saat ini terduga lapor ke Polresta Sorong Kota, tapi tidak ada pelaku karena itu akan dibuktikan lewat visumnya apa yang dilecehkan dan harus dibuktikan juga dengan saksi, siapa saksinya artinya saya mantan pengacara saya tau,” cetusnya.

Dibeberkan Roximelsen rektor mempunyai hak untuk membentuk serta mengeluarkan SK pada BEM dalam sebuah kampus, dan bukanlah hak Wakil Rektor 3 ia menilai itu merupakan kesalahan besar. Sehingga dirinya tak mengakui keberadaan BEM pada kampus UNVIC hingga saat ini.

“Dia punya hak mau kuliah di kampus mana saja, kita kasih transkrip nilainya karena itu perintah dari yayasan,” ucapnya.

Sementara itu dikatakan Wakil Rektor (Warek) 1 bidang akademik UNVIC Tagor Manurung, dengan adanya masalah tersebut pihak kampus pun membuat Laporan Polisi (LP) bahwa adanya pencemaran nama baik lembaga.

“Saya sudah periksa semua tidak ada, dosen yang buat pelecehan, dan menurut informasi yang saya dapat dua orang dosen ini yang piara si korban, yang kasih biaya siswa dan rumah kos. Menurut korban dia punya keluarga tidak ada, jadi rasa kasihan itu ada dari dua orang ini sehingga mereka anggap sebagai orang tua angkat begitu,” terangnya.

Tagor menjelaskan terkait pemecatan dosen pada kampus UNVIC, apalagi sudah menjadi dosen tetap maka yang mempunyai hak sepenuhnya dalam melakukan pemecatan adalah ketua yayasan bukanlah rektor.

Sementara itu media juga mencoba untuk menginformasi ketua BEM victory Muhammad Duwi Prayoga yang telah dikeluarkan oleh kampus UNVIC. Dimana Yoga kepada media menjelaskan kejadian bermula sejak tahun 2020, dan masih berlanjut hingga tanggal 6 Juli tahun 2022 bertepatan dengan acara disnatalis kampus kala itu.

Dirinya menjelaskan kasus pelecehan seksual baru terungkap sekarang, karena telah berkaitan dengan aib para mahasiswi. Tak muda seseorang berbagi masalahnya apalagi tentang aib diri sendiri. Sekalipun mempunyai hubungan keluarga atau lainnya.

Menurut Yoga dengan adanya tekanan dan kekerasan yang telah dialami oleh sang korban, korban dengan berani mengambil keputusan untuk melaporkan masalah tersebut pada BEM. Dengan harapan besar bisa membantu menyelesaikan masalahnya. Ketika mendengar kabar tersebut, BEM secara langsung membuat surat pernyataan sikap dengan waktu 1×24 kepada rektor, untuk bisa menyikapi permasalahan ini namun sayangnya tak mendapatkan respon apapun.

“Karena terlalu ditekan kemudian diancam dengan nilainya juga, memang dia awalnya sudah sampaikan ke pihak yayasan tapi tak ada tindakan yang dilakukan oleh pihak yayasan dalam menyelesaikan masalah ini,” jelasnya.

Masih dikatakan Yoga setelah membuat surat pernyataan sikap dan tak mendapatkan respon apapun hingga tanggal 15 November, akhirnya pada tanggal 18 November mereka memutuskan untuk membuat aksi demonstrasi. Hingga tanggal 20 November ia melihat sistem dan tertulis dirinya telah dikeluarkan bersama korban yang mendapatkan pelecehan secara sepihak itu.

Yoga juga sangat menyayangkan sikap rektor pasalnya, hingga detik ini rektor tak melakukan klarifikasi terkait pengeluaran mereka berdua. Apalagi dirinya masih menjabat sebagai ketua BEM dan berakhir masa kepengurusannya pada Januari 2023 mendatang.

“Inikan akun pusat jadi kategori DO atau di keluarkan itu saya rasa sama saja, jadi kami dikeluarkan tanpa ada SK, tanpa pemanggilan dan lain-lain, waktu itu saya lihat sistem tiba-tiba langsung dikeluarkan,” sesal Yoga.

Dijelaskannya rektor dua kali telah melakukan mediasi bersama terduga dan korban, pada mediasi pertama sang rektor dengan bijak mengatakan oknum dosen itu akan dikeluarkan. Naas pada pertemuan kedua rektor mengubah pernyataannya jika akan mempertimbangkan, dengan alasan sulit untuk mendapatkan dosen hal tersebut membuatnya menilai jika rektor seolah-olah melindungi oknum dosen tersebut.

“Proses hukum sementara berjalan, jadi kami tinggal menunggu hasil,” tandasnya.

Yoga berharap agar masalah seperti ini harus benar-benar disikapi, terutama beberapa kasus sebelumnya telah terjadi perlu juga ada titik penyelesaiannya. Karena dunia pendidikan merupakan tempat untuk mencari ilmu dan menggapai cita-cita oleh para generasi.

“Beliau sebagai seorang pemimpin seharusnya bijak, dan mau menerima dan berdemokrasi dengan baik sehingga ia tidak membungkam suara-suara mahasiswa, karena sampai saat ini mahasiswa ketakutan apabila masalah ini tak selesai kita lanjut aksi di 2023. Dan pasti saja masalah ini akan berdampak bagi penerimaan mahasiswa baru di UNVIC Sorong,” pungkasnya.

Hingga berita ini disiarkan, pihak Polresta Sorong Kota belum memberikan keterangan resmi terkait kasus tersebut. (Fatrab)

Komentar