Raja Ampat Luncurkan Buku Etika Berwisata

WAISAI, RAJA AMPAT – Sebagai upaya antisipatif terhadap ragam manfaat dan dampak dari perkembangan sektor pariwisata, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat bersama mitra pembangunan dan organisasi lingkungan seperti Konservasi Indonesia meluncurkan elektronik book (e-Book) berjudul Etika Berwisata di Raja Ampat.

Peluncuran e-Book ini dilakukan Pj Bupati Raja Ampat, Anhar Akib bersama Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Ekonomi Kreatif Provinsi Papua Barat Daya, Yusdi Lamatenggo dan perwakilan Konservasi Indonesia ditandai pembukaan tirai halaman sampul e-Book di sela-sela kegiatan pesona Raja Ampat di pantai Waisai Torang Cinta (WTC) Raja Ampat, Papua Barat Daya, Rabu (16/10/24).

Peluncuran e-Book ini merupakan komitmen dan konsistensi Pemerintah Daerah Raja Ampat dalam berkolaborasi untuk pelestarian sumber daya alam.

Buku elektronik (e-Book) yang diluncurkan berisikan tata perilaku mengenai berbagai aktivitas di destinasi wisata ternama ini bertujuan agar dijadikan panduan untuk Masyarakat yang berwisata di Raja Ampat maupun masyarakat umum.

“Tidak hanya untuk wisatawan saja, namun juga masyarakatpun bisa berpegangan pada buku ini dalam aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan. Tentunya salah satu tujuan dari buku ini adalah untuk mengajak masyarakat baik lokal ataupun dari luar Raja Ampat turut menjaga kekayaan alam di sini. Karena sebenarnya melestarikan alam menjadi tugas kita semua,” ujar Pj Bupati Raja Ampat.

Lanjutnya, secara garis besar buku Etika Berwisata di Raja Ampat ini berisikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, yang mesti dipahami dan dipatuhi yang mesti dijaga dan dilestarikan oleh wisatawan beserta pemangku kepentingan pariwisata lainnya.

Mulai dari aturan umum berwisata di Raja Ampat, aturan dalam aktivitas wisata seperti pengamatan burung, ketam kenari, hingga saat melakukan SCUBA diving dan snorkeling. Buku ini juga mencakup aturan-aturan yang melekat kepada objek-objek wisata spesifik, seperti di situs penyelaman Manta Sandy, danau ubur-ubur di Pulau Misool, kawasan dan puncak Pyainemo, air terjun, hingga Wayag.

“Upaya konservasi di Raja Ampat harus terus dilakukan agar manfaatnya dapat terus dirasakan oleh masyarakat, tentunya dengan kolaborasi antarpihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga mitra-mitra terkait. Buku ini merupakan salah satu perwujudan dari kolaborasi tersebut, dan semoga dapat memperkuat komitmen antarpihak,” papar Syafri, S.Pi., Kepala BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat, yang mengelola tujuh kawasan konservasi di perairan Raja Ampat.

Di tempat yang sama, Koordinator Satuan Kerja (Satker) Raja Ampat dari Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indri Widhiastuti, yang menaungi pengelolaan Kawasan Konservasi Kepulauan Waigeo Sebelah Barat dan Kawasan Konservasi Kepulauan Raja Ampat, menilai kehadiran buku ini dapat mendorong wisata yang bertanggung jawab dan memerhatikan dampak dari aktivitas masyarakat dan wisatawan.

“Buku ini juga dapat menginspirasi pengembang pariwisata untuk menerapkan prinsip-prinsip kesinambungan dalam proyek mereka, dan membangun hubungan yang saling menguntungkan antara wisatawan dan masyarakat setempat, sehingga dapat tercipta pengalaman berwisata yang positif dan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak,” tutur dia.

Direktur Program Papua dari Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, menambahkan, buku yang disusun secara kolaboratif antara Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, BLUD UPTD Pengelolaan KKP Kepulauan Raja Ampat, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, dengan Satker Raja Ampat BKKPN Kupang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Konservasi Indonesia dan mitra-mitra pembangunan lainnya ini lahir untuk mencapai misi destinasi wisata yang berkelanjutan.

“Pariwisata tentunya memiliki implikasi, dan kita perlu mempertimbangkan dampak dari kehadiran manusia dan aktivitas wisata yang terjadi di sekitarnya. Untuk keberlanjutan Raja Ampat, harus ada aturan mengenai bagaimana perlakuan yang ramah lingkungan agar kondisi dan keseimbangan ekosistem terpelihara,” ujar Mandosir.

Lebih dari itu, keberhasilan Raja Ampat perlu disebarluaskan pembelajarannya ke wilayah-wilayah lain di Bentang Laut Kepala Burung dan Tanah Papua. Ke depan diharapkan Raja Ampat dapat menjadi center of excellence untuk semua datang belajar mengenai bagaimana mengelola sebuah kawasan.

Buku yang berisikan 22 halaman ini dibuat dalam empat versi yaitu Bahasa Indonesia https://bit.ly/EtikaBerwisataRajaAmpat , Bahasa Inggris https://bit.ly/TravellingEtiquetteinRajaAmpat , Bahasa Mandarin https://bit.ly/EtikaBerwisataRajaAmpatMandarin , serta Bahasa Prancis https://bit.ly/ÉthiquedeVoyageaRajaAmpat

 

Komentar