SORONG, PBD – Penyerahan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) APBD Provinsi Papua Barat Daya (PBD) Tahun 2026 pada akhir tahun 2025 dinilai sebagai langkah awal yang baik dalam kepemimpinan Gubernur Elisa Kambu dan Wakil Gubernur Ahmad Nausarau, menjelang tahun kedua masa jabatan mereka.
Ketua Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Papua Barat Daya, Yanto Ijie, menyebut penyerahan APBD tepat waktu menunjukkan adanya komitmen kerja cepat dan nyata dari pimpinan daerah, yang diharapkan mampu mendorong percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua Barat Daya.
Namun demikian, Yanto menegaskan bahwa ketepatan waktu penyerahan APBD tidak boleh berhenti pada seremoni semata tanpa diikuti dengan implementasi anggaran yang tepat sasaran dan tepat waktu.
“Penyerapan anggaran Tahun 2026 harus jauh lebih baik dibandingkan Tahun 2025. APBD bukan simbol, tapi alat utama untuk menyejahterakan rakyat,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan seluruh pembantu gubernur, termasuk aparatur pengelola anggaran, agar segera beradaptasi dengan gaya kepemimpinan Gubernur Elisa Kambu serta bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Menurutnya, APBD adalah uang negara yang sepenuhnya diperuntukkan bagi kepentingan seluruh masyarakat Papua Barat Daya, bukan untuk dikendalikan oleh kelompok atau kepentingan tertentu yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Fopera menilai pelaksanaan APBD PBD Tahun 2025 harus menjadi catatan penting dan bahan evaluasi serius bagi semua pihak, termasuk pasangan gubernur dan wakil gubernur saat ini, agar pelaksanaan anggaran Tahun 2026 lebih berkeadilan.
“Khusus pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus), harus benar-benar berpihak kepada orang asli Papua (OAP). Dana ini wajib menjawab kebutuhan nyata OAP yang hingga kini masih menghadapi berbagai kesenjangan,” ujarnya.
Yanto mengingatkan, kepala daerah di era Otsus harus menyadari bahwa setiap kebijakan akan berdampak jangka panjang dan tidak boleh meninggalkan ‘dosa kepemimpinan’ yang melukai hak-hak OAP sebagai penerima manfaat utama Otsus.
Ia secara tegas menolak adanya diskriminasi dalam pengelolaan Dana Otsus serta praktik “gubernur kecil-kecil” yang diduga masih bebas melakukan manuver dan intervensi terhadap APBD.
“Gubernur Papua Barat Daya hanya satu, tapi faktanya masih banyak ‘gubernur kecil’ yang leluasa mengintervensi anggaran. Praktik seperti ini harus dihentikan,” tegas Yanto.
Fopera Papua Barat Daya menegaskan komitmennya sebagai lembaga kontrol sosial untuk mengawasi pengelolaan APBD PBD Tahun 2026. Mereka tidak akan ragu melaporkan setiap dugaan penyimpangan kepada aparat penegak hukum.
“Pemerintah tidak hanya dinilai dari seberapa cepat menyerahkan dokumen anggaran, tetapi dari seberapa adil, bersih, dan bermanfaat anggaran itu dirasakan oleh masyarakat, khususnya mereka yang paling membutuhkan,” pungkasnya.
Meski demikian, Fopera Papua Barat Daya menegaskan tetap mendukung kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya dalam membangun serta mensejahterakan rakyat di Tanah Papua. (oke)








Komentar