RAJA AMPAT, PBD – Ratusan pekerja bersama keluarga serta masyarakat adat suku Kawe Raja Ampat masih terus melakukan aksi unjuk rasa pasca pencabutan ijin usaha oleh pemerintah pusat.
Seperti kunjungan sejumlah wartawan pada Kamis (12/6/25) di Pulau Kawe atau lokasi pertambangan. Ratusan warga yang terlihat memenuhi dermaga, tak segan mengeluarkan kamera handphone untuk mengabadikan kedatangan wartawan di Pulau tersebut. Meski tak ada signal di Pulau tersebut, mereka mendadak menjadi wartawan.
“Mereka trauma dengan ulah LSM yang datang seperti pancuri siang bolong diam-diam ambil aktifitas tambang tanpa menanyakan dampaknya ke masyarakat adat,” ucap salah satu security yang mengawal kami.
Menaiki dermaga, kartu Id pers kami satu per satu difoto oleh bagian keamanan perusahaan. Masker pun harus dilepas agar meyakinkan warga bahwa kami adalah wartawan sesuai Id Pers.
Puluhan Mama-mama kemudian meneriaki kami dengan berbagai keluhan dan kekecewaan atas ditutupnya tambang milik PT Kawei Sejahtera Mining (KSM).
Sempat ada penolakan saat warga mengeluhkan kedatangan kami. Memang tak salah, mereka selama ini jauh dari publisitas media massa dan marah ketika di publisitas adalah tambang yang mereka jaga.
Salah satu rekan kami, Chandry Surtipatty, wartawan dari MNC grup yang juga menjadi ketua Ikatan Jurnalis TV Indonesia (IJTI) kemudian berbicara mengatakan maksud dan tujuan wartawan mendatangi pulau Kawe.
“Kami datang kesini karena mau melihat langsung Pulau Kawe yang ramai dibicarakan publik dan video-video di media sosial soal penolakan ini, agar masyarakat mendapatkan pemberitaan yang terang benderang dan berimbang,” tegas Chandry disambut teriakan pengunjuk rasa.
Berada di depan kantor PT KSM, kemudian massa berkumpul dan mulai berorasi. Membawa dua papan tripleks berisikan tuntutan mereka, satu persatu pekerja, keluarga pekerja dan masyarakat adat mulai mengeluarkan semua kegelisahan, kemarahan, kekecewaan dan harapan atas keputusan Pemerintah pusat atas nasih PT KSM.
“Mewakili suku kawe yang mendiami Pulau Waigeo Barat hingga Pulau Wayag, kami masyarakat adat telah memberikan Hak penuh pengelolaan pulau Kawe kepada salah satu pendiri PT KSM yang merupakan tokoh adat Kawe yaitu Bapak almarhum Daniel Daat,” ujar Vony Ayelo salah satu perwakilan masyarakat adat sekaligus tokoh perempuan di Kawe.
Dalam aksi yang berlangsung damai itu, warga membawa papan aspirasi dan secara bergantian menyampaikan tuntutan mereka. Mereka menilai keberadaan PT KSM telah membawa dampak positif secara ekonomi, sosial, dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan sebagaimana isu yang beredar.
“Sebelum perusahaan tambang ini beroperasi, kami seperti bukan pemilik tanah ini. Tapi sejak ada PT Kawei, anak-anak kami dijamin hingga kuliah, kami punya penghasilan tetap. Setiap bulan, kami menerima bantuan, bahkan sampai Rp 20 juta per keluarga,” tegas Vony Ayello.
Benny, salah satu karyawan asli Papua (OAP), menegaskan bahwa PT KSM telah membuka lapangan pekerjaan bagi ratusan pemuda lokal, meski hanya berbekal ijazah SMA atau bahkan lebih rendah.
“Kami hanya pakai dua surat: KTP dan KK. Tanpa PT KSM, kami menganggur. Sekarang kami bisa bantu keluarga. Kami mohon kepada Bapak Presiden, tolong kembalikan izin perusahaan ini. Apa yang akan kami sampaikan kepada anak-anak kami besok saat pulang ke rumah?” katanya penuh haru.
Para pendemo juga menyesalkan tindakan LSM Greenpeace yang diam-diam mengambil gambar udara tambang nikel tanpa permisi perusahaan atau pemilik hak ulayat.
“LSM Greenpeace seperti pancuri di siang bolong. Dong sandar kapal di sebelah pulau terus diam-diam kasih naik drone ambil gambar seolah-olah Pulau ini dia punya limbah sudah sampai wayag sana. Ko datang kesini bicara dengan kami masyarakat adat. Lihat apa yang sudah ko buat, ko mau kemanakan ratusan pekerja disini dan keluarganya. Kam mampu kasih makan tong hari-hari kah,” keluh pendemo lainnya.
Pendemo lainnya membandingkan dampak perekonomian dari sektor pariwisata dan pertambangan, yang dianggap bagai langit dan bumi.
“Pariwisata unggulan kami punya Pulau Wayag, tapi apa yang kami dapat? Bertahun – tahun bahkan listrik saja tidak ada di kampung kami. Anak-anak banyak yang putus sekolah. Harga ikan jatuh kalau dijual ke Sorong. Banyak pengangguran, terus PT KSM masuk dan berikan kesejahteraan ke kami baru kamu ganggu, Greenpeace kamu tra punya hati. Kamu bikin kajian dulu sebelum bilang save raja ampat,” sebut pendemo lainnya.
Pendemo pun meminta agar Presiden Prabowo, menteri terkait, pemerintah provinsi bisa langsung turun ke lokasi untuk melihat secara langsung pulau Kawe dan dukungan masyarakat adatnya.
Mereka meminta agar pencabutan ijin usaha PT KSM bisa ditinjau ulang dan kembali dibuka demi kesejahteraan masyarakat.
“Tidak tahu ditempat lain, tapi kalau di Kawe ini, kami masyarakat adat yang serahkan hak penuh kepada anak adat kami untuk mengelola pulau kami agar berdampak langsung kepada kami masyarakat disini” ujar tokoh adat Kawe, Korinus Ayelo ditempat terpisah.
Soal limbah, menurut Korinus perusahaan besar itu tidak mungkin mengabaikan soal limbah karena pasti ada pengawasan dari kementerian terkait serta pengawasan langsung dari masyarakat adat.
“Wilayah ini kami masyarakat adat yang jaga turun temurun. Kami juga tidak bodok mau kasih rusak alam buat anak cucu, cicit kami nanti” tegas Korinus. (Oke)
Komentar