SORONG, PBD — Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya terus menunjukkan komitmennya dalam membangun daerah yang inklusif dan berkeadilan.
Salah satu wujud nyata dari komitmen ini yakni penyelenggaraan Workshop Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD-PD) yang digelar bertempat di Kantor Gubernur Papua Barat Daya, Selasa (30/9/2025).
Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Ahmad Nausrau, yang ditandai dengan penabuhan tifa bersama sebagai simbol dimulainya penyusunan dokumen penting tersebut.
Wakil Gubernur PBD Ahmad Nausrau menegaskan bahwa negara hadir untuk seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyandang disabilitas.
Menurutnya, RAD-PD merupakan instrumen penting dalam menjamin hak-hak dasar kelompok rentan tersebut.
“Rencana Aksi Daerah ini adalah instrumen penting untuk menjamin perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Papua Barat Daya. Mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat kita, sehingga harus mendapatkan perhatian yang sama,” ujar Wagub PBD Ahmad Nausrau.
Ia menyampaikan bahwa penyusunan RAD-PD ini mengacu pada regulasi nasional, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2019. Dengan demikian, setiap daerah memiliki kewajiban untuk menyusun rencana aksi yang inklusif dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan daerah.
Kemudian, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Papua Barat Daya, Rahman menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas.
Ia menyebut dokumen RAD-PD nantinya akan menjadi pedoman lintas sektor yang terintegrasi dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya.
“Kita ingin menghasilkan satu dokumen perencanaan yang bisa menjadi guidance atau pedoman bersama. Semangat kita jelas: No One Left Behind. Artinya, tidak ada satu pun warga Papua Barat Daya yang ditinggalkan, termasuk saudara-saudara kita penyandang disabilitas,” kata Kepala Bapperida Papua Barat Daya, Rahman.
Ia menerangkan bahwa proses penyusunan RAD-PD melibatkan berbagai pihak mulai dari organisasi penyandang disabilitas, LSM, akademisi, hingga perguruan tinggi. Kolaborasi ini, menurutnya, sangat penting agar dokumen yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan dan realistis untuk diimplementasikan, meski dengan keterbatasan fiskal.
Sementara itu, Kepala Bidang Perekonomian Sosial Budaya Bapperida Papua Barat Daya, Agustinus Antoh memaparkan bahwa mayoritas penyandang disabilitas di wilayah tersebut berada pada kelompok usia produktif. Hal ini menuntut hadirnya kebijakan yang responsif dan berpihak, khususnya dalam sektor pendidikan, pekerjaan, dan pemberdayaan ekonomi.
“Dengan RAD ini, kita ingin memastikan prinsip No One Left Behind benar-benar diwujudkan. Ada tujuh sasaran strategis yang akan dibahas, mulai dari pendataan dan perencanaan inklusif, penyediaan lingkungan tanpa hambatan, hingga pemberdayaan ekonomi yang inklusif,” ungkap Kepala Bidang Perekonomian Sosial Budaya Bapperida Papua Barat Daya, Agustinus Antoh.
Ia berharap RAD-PD yang disusun bisa menjadi pedoman konkret bagi semua pemangku kepentingan dalam menyusun program dan kebijakan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Penyusunan RAD-PD ini menandai langkah awal penting bagi Papua Barat Daya dalam mewujudkan pembangunan yang benar-benar merangkul semua kalangan. Kegiatan ini juga menjadi bukti bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam dalam memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas.
Dengan semangat ‘No One Left Behind’, Papua Barat Daya berupaya memastikan bahwa tidak ada satu pun warganya yang tertinggal dalam proses pembangunan, termasuk mereka yang selama ini kerap dipinggirkan. (Jharu)
Komentar