KARAWANG, JAWA BARAT — Tak setiap orang bisa masuk ke “dapur rahasia” tempat uang Rupiah dilahirkan. Namun, Rabu siang (8/10/25), sebanyak 12 wartawan asal Papua Barat dan Papua Barat Daya mendapat kesempatan langka itu.
Menjejakkan langsung jantung produksi uang negara di kawasan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Kunjungan tersebut merupakan bagian dari program peningkatan kapasitas jurnalis yang digelar oleh Bank Indonesia Kantor Perwakilan Papua Barat. Para peserta diajak mengenal lebih dalam proses pencetakan uang, yang selama ini hanya mereka tulis, tapi belum pernah mereka saksikan secara nyata.
Sebelum memasuki area produksi, seluruh peserta mengikuti briefing ketat di Gedung Serbaguna Peruri.
Kepala Departemen cetak uang kertas, Deby Abdul Malik mengatakan sesuai undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang mengatakan fungsi Peruri adalah mencetak uang Republik Indonesia resmi asli yang dipergunakan untuk alat tukar menukar.
Peruri memiliki luas sebesar 130 hektar erdiri dari dua gedung cetak uang kertas 1 gedung cetak uang logam dan satu produksi non uang dimana area produksi cukup ketat.
Tak ada satu pun barang pribadi yang boleh dibawa masuk. Ponsel, dompet, uang, hingga jam tangan wajib dititipkan. Setiap tamu dibekali ID Card Visitor untuk mengakses jalur aman menuju ruang pencetakan.
Begitu melewati anak tangga kelantai 2 aroma khas uang kertas baru langsung menyergap hidung. Suasana hening dan rapi. Di balik kaca tebal, wartawan melihat para teknisi bekerja tanpa suara di antara mesin-mesin raksasa buatan Jerman dan Jepang yang terus berputar, mencetak lembar demi lembar Rupiah dari kertas kapas khusus berkeamanan tinggi.
“Apabila ada garis atau gambar sekecil apapun yang tidak tercetak sempurna, maka hasil itu dianggap gagal dan langsung dimusnahkan,” jelas Cucu, pemandu tur dari Peruri, sembari menunjuk ke arah mesin intaglio yang menjadi tahap penting dalam keamanan uang.
Dalam satu jam, mesin mampu mencetak hingga 8.000 lembar kertas plano, dan setiap plano berisi 45 lembar uang. Proses ini tidak sebentar butuh waktu 21 hingga 25 hari untuk menyelesaikan satu batch uang, dari desain, pencetakan, hingga pemeriksaan akhir sebelum diserahkan ke Bank Indonesia.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Papua Barat, Arif Rahadian, menjelaskan bahwa kunjungan ini tidak hanya memberi pengetahuan teknis, tapi juga menumbuhkan rasa hormat terhadap makna uang Rupiah itu sendiri.
“Kunjungan ke Peruri ini bukan sekadar tur industri. Ini cara kami memperlihatkan bahwa setiap lembar uang adalah simbol kepercayaan dan kedaulatan bangsa. Karena itu prosesnya dijaga sangat ketat,” ujarnya.
Peruri menjadi satu-satunya tempat pencetakan uang resmi di Indonesia. Selain uang kertas dan logam, lembaga ini juga mencetak dokumen negara penting, seperti materai, pita cukai, hingga perangko.
Di akhir kunjungan, sejumlah wartawan mengaku terharu melihat betapa panjang dan rumitnya perjalanan selembar Rupiah sebelum beredar di tangan masyarakat.
“Setelah melihat langsung prosesnya, rasanya makin segan menyia-nyiakan uang. Ternyata lembar kecil itu lahir dari proses besar dan rahasia negara,” ujar Nopembrianty Verawijaya, wartawan asal Manokwari, dengan senyum kagum.
Kunjungan ini menjadi penutup manis dari rangkaian capacity building jurnalis Bank Indonesia Papua Barat, yang berlangsung sejak 6 hingga 10 Oktober 2025 di Jakarta dan Karawang. Sebuah pengalaman berharga yang tak hanya menambah wawasan, tetapi juga memperdalam makna tentang nilai, kerja keras, dan kepercayaan di balik setiap lembar Rupiah. (Oke)















Komentar