SORONG,- Guna membuat penonton dapat menikmati tontonan sesuai klasifikasi usia, Lembaga Sensor Film (LSF) meminta kepada seluruh industri perfilman ditanah air untuk segera mengurusi Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dengan mekanisme yang berlaku.
Saat ditemui awak media, Ketua Subkomisi Pemantauan dan Evaluasi Lembaga Sensor Film (LSF), Dr. Fetrimen membenarkan bahwa melalui penyiaran yang telah disiarkan di bioskop dan lembaga penyiaran lainnya yang merupakan produk yang diatur pemerintah harus melalui mekanisme yang berlaku dan diatur didalam LSF.
Disambungnya, produk perfilman tersebut dapat ditayangkan setelah mendapat surat tanda lulus sensor yang telah dikeluarkan oleh pihaknya.
Namun, adapun layanan Over The Top (OTT), Fetrimen berdalih pihaknya belum bisa menjangkau kearah sana terkait penyensoran, dikarenakan belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut.
“Perkembangan teknologi kan cepat, hitungan menit bukan jam lagi, sementara regulasi kita berubahnya sangat lambat, kalau kita melakukannya pada layanan OTT itu kita belum ada aturan, belum ada aturan terkait penyensoran dilayanan tersebut,” kata Fetrimen di Kota Sorong, Kamis (17/3/22).
Akan tapi, pihaknya terus menerus menghimbau kepada propraider terutama yang berasal dari dalam negeri, agar dalam melaksanakan penayangan film tersebut harus mendapatkan surat tanda lulus sensor (STLS) hanya langkah ini menurutnya yang bisa dilakukan.
“Kita hanya dapat melakukan pehimbauan saja, belum bisa melaksanakan sanksi karena belum ada regulasi yang mengatur itu,” ungkapnya.
Ditambahkannya, pihaknya telah mengajukan kepada pemerintah terkait regulasi ini dapat direvisi, guna memberikan himbauan sekaligus memaksa untuk para produsen film dan pemilik film dapat melaksanakan penyensoran, sehingga para penonton dapat menikmati tontonan sesuai klasifikasi usia.
“Kita meloloskan itu terkait dengan klasifikasi, kalau dulunya ini lembaga penyensoran yang mengatur pemotongan film, sekarang ini terkait pasal 61 UU No 33 tahun 2009 tentang perfilman, kita lebih terfokus terhadap klasifikasi usia yakni klasifikasi film semua usia, klasifikasi film 13 tahun, klasifikasi film 17 tahun dan klasifikasi film 21 tahun,” ujarnya
Kemudian, film diungkapkannya tersebut cocok untuk yang mana, kecuali terkait dengan sensifitas masyarakat, misalnya adegan porno, walaupun di usia 21 tahun tak boleh menonton, bukan kita potong akan tetapi kita meminta kepada pihak produser dan pemilik film untuk melakukan revisi.
“Revisi disini ada tiga tipe, yakni dengan blur, potong, dan menghilangkan adegan digambar tersebut” imbuhnya.
Jadi, pihaknya menyarankan hal ini, sehingga setelah mematuhi mekanisme yang ditentukan LSM, lalu pihaknya mengeluarkan STLS.
“Kalau STLS mereka (pemilik film) tak ada, lalu melakukan penanyangan di bioskop dan televisi, itu terjerat melakukan pelanggaran hukum. Ada proses yang harus dilakukan sesuai admistrasi negara, sesuai hukum pidana dengan ancaman hukuman yang berbeda diantaranya ada yang terjerat dengan ancaman hukuman 6 bulan kurungan dan dengan Rp. 50 juta serta bisa menembus kisaran Rp. 500 juta,” tutupnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Sorongnews.com, layanan Over The Top (OTT) adalah layanan yang mengacu pada penyedia video atau video streaming apapun yang dialirkan melalui internet, sehingga ini termasuk layanan streaming berbasis web atau aplikasi, seperti YouTube, Netflix, Vidio.com, Goplay, Disney+, Mola, dan banyak lagi aplikasi lainnya. (Jharu)
Komentar