SORONG, – Pemerintah Provinsi Papua Barat masih menyisakan hutang kepada Rico Sia sebesar Rp150 Miliar. Hutang tersebut harus dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Sorong nomor 69/PDT.G/2019/PN Sorong tanggal 30 Oktober 2019. Dimana dalam putusan inkrah tersebut termuat kesepakatan perdamaian antara pihak pertama Rico Sia yang diwakili kuasa hukum oleh kantor hukum Makasar & co melawan pihak kedua Gubernur Provinsi Papua Barat, Dominggus Mandacan yang diwakili kuasa hukumnya Max Mahare dan Associates.
Kuasa Hukum Gubernur Papua Barat, Max Mahare angkat bicara terkait persoalan tersebut. Ditemui di kantor Peradi Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (20/5/21) berikut sejumlah fakta yang terjadi.
1. Sidang Perdata Bermula Bulan Agustus Tahun 2019
Sidang Perdata antara pihak penggugat yakni Rico Sia yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sorong dan terregistrasi nomor 69/Pdt.G/2019/PN.Son tanggal 7 Agustus 2019 dengan tergugat 1 Gubernur Papua Barat dan tergugat 2 Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.
Pada tanggal 20 Agustus 2019, Gubernur Papua Barat menunjuk kuasa hukum Max Mahare dibantu Joromias Wattimena, Yustutik Yani dan Siria Silabun menjadi penasehat hukum dengan surat kuasa khusus dan terdaftar di panitera Pengadilan Negeri Sorong tanggal 3 September 2019.
Majelis Hakim kemudian menetapkan Sidang Pertama pada hari Rabu 21 Agustus 2019, namun tidak dihadiri oleh pihak tergugat. Kemudian sidang kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 4 September 2019 dan dihadiri kuasa hukum penggugat dan kuasa hukum tergugat 1 dan tergugat 2.
Dimana dalam persidangan tersebut, prinsipal tidak hadir dan memberi kuasa kepada kuasa hukum masing-masing untuk bersidang. Kemudian Majelis Hakim melakukan mediasi untuk pertama kalinya. Dimana Mediator saat itu, Rays Hidayat memberikan kesempatan kepada para pihak yang berperkara untuk melakukan upaya perdamaian dengan jangka waktu mediasi selama 30 hari sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 tahun 2016.
2. Kuasa Hukum Bertemu Gubernur Untuk Advokasi
Kuasa hukum Max Mahare menyatakan bahwa pada tanggal 7 September 2019, untuk pertama kalinya Ia bertemu dengan Gubernur Papua Barat untuk melakukan advokasi terkait mediasi perdamaian di Pengadilan Negeri Sorong.
“Ini Saya ada buktinya bertemu dengan Gubernur. Saya jelaskan mengenai perkembangan persidangan dan aturan hukum jika prinsipal tidak hadir di persidangan maka saya sebagai kuasa hukum menjadi perwakilan prinsipal sesuai aturan Perma nomor 1 tahun 2016 pasal 6 yang berlaku,” ujar Max sambil menunjukan bukti fotonya bersama Gubernur.
Setelah bertemu Gubernur tanggal 9 September 2019, Ia bersama tim bertemu Kabiro Hukum Setda Provinsi Papua Barat sebagai arahan Gubernur bahwa sebelum melakukan upaya atau tindakan hukum untuk berkordinasi dengan biro hukum.
“Jadi sebelum melakukan upaya hukum, Saya harus kordinasi dengan Kabiro Hukum Papua Barat, Robert Hamar. Saat rentang waktu mediasi 30 hari, Saya dan tim kordinasi menanyakan kepastian usulan perdamaian dari penggugat. Tidak hanya itu, Saya sebagai kuasa hukum juga sudah beberapa kali meminta dengan tertulis untuk alat bukti surat-surat pendukung, tapi tidak ada. Jadi sampai saat ini Pemda Provinsi papua Barat tidak memberikan alat bukti surat terkait perkara tersebut kepada kuasa hukum,” terang Max.
3. Baku Tawar Dari 357 Miliar Hingga Disepakati 150 Miliar
Pada 11 September 2019, pihak penggugat memberikan usulan perdamaian dengan besaran 357 Miliar dengan rincian materil 157 Miliar dan non materil 200 Miliar, namun setelah negosiasi turun dari 357 Miliar Rico Sia memberikan penawaran 223 Miliar dengan rincian materil 157 Miliar dan non materil 66 Miliar.
Pada tanggal 18 Oktober mendekati hari kesepakatan, belum ada kepastian dari pihak Gubernur hingga kemudian Max Mahare mendapatkan telepon dari Rocky sebagai kepanjangan tangan Gubernur Papua Barat.
“Saya dapat telepon dari Rocky, dimana Ia berkata Kaka petunjuk dari Gubernur bahwa penawaran itu disetujui 150 Miliar dan Saya sudah pastikan langsung bahwa ini benar keputusan Gubernur. Saya sudah bertemu langsung saat di Jakarta, bertepatan usai pelantikan Jokowi. Saya bertemu juga diantar Rocky Mansawan. Setelah bertemu, Saya kemudian diperintahkan kembali ke Manokwari untuk bertemu Kabiro Hukum dan sudah Saya lakukan juga untuk melaporkan hal ini,” terang Max.
Dalam surat usulan perdamaian tersebut dibuat dan beberapa kali dikoreksi oleh pihak Gubernur dalam hal ini Kabiro Hukum. Misalnya dalam pasal 1 terkait ganti rugi Rp150 Miliar akan dilakukan pembayaran sesuai kemampuan keuangan daerah. Dimana keputusan saat itu, Rp100 Miliar pada tahun 2020 dan Rp50 Miliar pada tahun 2021.
“Sehingga yang menentukan 150 Miliar adalah pihak Gubernur yang kemudian dituangkan dalam surat perdamaian oleh Biro Hukum yang kemudian dibawa ke hadapan mediator dan disahkan hingga menjadi keputusan inkrah pada 30 Oktober 2019,” terang Max.
4. Max Mahare Diganti Sepihak dan Gubernur Lakukan Perlawanan Hukum
Hal mengejutkan pun diungkap pengacara senior ini, Ia mengungkapkan bahwa sampai saat ini Ia belum diberikan surat pencabutan kuasa oleh prinsipal atau Gubernur Papua Barat. Ia hanya diganti oleh Kabiro Hukum secara sepihak. Namun Ia tak mau mempersoalkannya, hanya Ia mau menyampaikan kebenaran atas persoalan yang simpang siur di masyarakat.
Selain itu, Ia membenarkan bahwa telah terjadi perlawanan hukum yang dilakukan oleh Gubernur Papua Barat baik di tingkat Pengadilan Negeri pada tanggal 4 November 2020 dan di Pengadilan Tinggi pada 9 Februari 2021 dengan putusan menolak perlawanan hukum, kuasa hukum Gubernur Papua Barat yang telah dialihkan ke Kosmos Refra dan kawan-kawan.
“Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung, putusan perdamaian tidak mungkin diadakan permohonan banding atau kasasi karena putusan perdamaian adalah putusan tertinggi. Sehingga tidak mungkin Saya mengajukan perlawanan itu, Saya mewakili prinsipal yang menyetujui perdamaian kok melawan lagi, itu tidak masuk akal,” tegas Max.
5. Beban APBD Provinsi Akan Terus Bertambah Jika Belum Terbayarkan
Dalam amar putusan banding oleh Gubernur Papua Barat menyatakan bahwa tergugat atau pelawan (Gubernur) wajib menyelesaikan dan melaksanakan putusan akta perdamaian nomor 69/Pdt.G/2019/PN.Son tanggal 30 Oktober 2019.
Apabila Gubernur Papua Barat tidak segera membayarkan hutang kepada Rico Sia maka akan menambah beban keuangan daerah dengan bunga yang terus bertambah. Dimana saat ini Rico Sia sebagai Penggugat masih memberikan kesempatan kepada pihak Gubernur untuk membayar kesepakatan Rp150 Miliar tanpa bunga.
Max berharap dengan penyampaian fakta ini Gubernur untuk serius dan fokus mengembalikan hutang ke Rico Sia karena akan menjadi temuan kerugian negara dengan pertambahan bunga berjalan. (Oke)
Komentar