SORSEL, PBD – Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi KPK bersama-sama degan Inspektorat Khusus Kementerian Dalam Negeri melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel) dari tanggal 17-19 Mei.
Dalam keterangan pers yang diterima redaksi sorongnews.com Monitoring ini dilakukan secara khusus karena dari hasil pemantauan KPK.
1. Sorsel Memiliki Tata Kelola Pemerintahan yang Buruk.
Sorsel memiliki tata kelola yang buruk karena menempati peringkat kedua terbawah dari seluruh Pemda se Indonesia (peringkat 541 dari 542 Pemda di Tahun 2022) dengan nilai 10 dari skala 100.
Tata kelola yang buruk terlihat dari lemahnya pengendalian korupsi dalam proses penyelenggaraan dan perencanaan APBD, indikasi dan potensi tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, serta lemahnya peran aparat pengawas internal pemda.
Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Korupsi KPK Dian Patria menyampaikan bahwa persoalan buruknya tata kelola pemerintahan Sorsel disebabkan oleh lemahnya manajemen ASN di Kabupaten ini. Hasil penilaian publik juga menunjukkan rentannya praktek Tindak Pidana Korupsi dalam layanan publik dan pemerintahan.
“Para pengelola daerah ini baik para pejabat maupun ASN punya persoalan integritas. Layanan publik masih berada pada posisi yang rentan dan pejabat belum patuh melaporkan harta kekayaannya. Sebagian mantan ASN, mantan pejabat atau ASN yang sudah mutasi masih menguasai kendaraan dinas” jelas Dian.
Akibatnya, pembangunan di Sorsel berjalan sangat lambat. Jalanan dan infrastruktur publik dalam kondisi tidak layak. Bangunan pemerintah ada yang mangkrak. Secara sosial, indeks kemiskinan dan jumlah anak putus sekolah juga tinggi di Sorsel.
“Kalau pemda Sorsel tidak segera berbenah, mungkin kegiatan pencegahan saja tidak cukup. Informasi yang masuk ke KPK juga sudah sangat banyak. Kami akan serahkan kepada teman-teman kami di penindakan atau teman-teman APH lainnya persoalan indikasi TPK di daerah ini ” tegas Dian.
2. Penguasaan Barang Milik Daerah (BMD) Masih Dikuasai Mantan Pejabat Sorsel
Pendampingan KPK dalam penertiban penguasaan barang milik daerah menguak adanya sejumlah BMD yang dikuasai oleh mantan pejabat atau ASN yang sudah mutasi.
Dari data yang dimiliki KPK, setidaknya 19 kendaraan dinas yang dikuasai oleh pihak yang tidak semestinya. Nilai kendaraan tersebut mencapai lebih dari Rp 4 Miliar. Pihak yang menguasai kendaraan tersebut antara lain keluarga alm Dance Y Flassy mantan Sekda Sorsel, Dance Nauw, Agustinus Wamafma, Ali Paus-paus Yopi Sesa, Zadrak Kambuaya, Orgenes Antoh, Yampiter Bosawer, Frengky Krimadi, Max Saileleng, Angke Kailele dan sejumlah ASN lainnya.
Terhadap para mantan pejabat, ASN dan keluarganya tersebut, Pemda Sorsel sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengembalikan kendaraan dinas. Pemda sudah menyurati secara resmi kepada pihak tersebut dan sudah meminta dilakukan pengembalian secara sukarela, namun belum juga dikembalikan.
Demikian juga aset tidak bergerak berupa rumah dinas yang masih dikuasai pensiunan seperti mantan Asisten 1 Samuel Karsauw. Saat KPK melakukan pendampingan pemda untuk pengosongan rumah dinas, Samuel Karsauw bersedia mengembalikan rumah dinas paling lambat akhir Mei 2023 dan dituangkan dalam Berita Acara.
Dian Patria menyampaikan bahwa jika tidak segera dikembalikan maka pemda harus melaporkan kepada APH terkait dengan penggelapan aset. Sementara untuk ASN yang akan mutasi, termasuk ke Provinsi Papua Barat Daya agar tidak diberikan rekomendasi/persetujuan mutasi oleh Pemda Sorsel.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Pemprov Papua Barat Daya agar tidak menerima ASN yang belum mengembalikan BMD. Dan hal ini disepakati oleh PJ. Gubernur PBD, pengembalian BMD menjadi bagian dari pakta integritas yang akan diteken oleh para calon pejabat di PBD” jelas Dian.
Terlihat juga KPK memasang sejumlah plang sebagai upaya untuk mengembalikan aset daerah milik Pemda Sorsel.
3. Bupati, Pejabat Eksekutif, Legislatif Belum Laporkan Harta Kekayaan Pejabat
Dari sisi kepatuhan pelaporan Harta Kekayaan Pejabat baru 30 % eksekutif yang melaporkan LHKPN dan hanya 1 dari 20 wajib lapor legislatif Sorsel yang sudah melapor. Tercatat Ketua DPRD Sorsel Marthinus Maga dan pimpinan DPRD lainnya seperti Javries Nelson Kewetare dan Bartholomeus Dorowe, belum menyampaikan LHKP.
Demikian juga dari pihak eksekutif , Bupati Samsudin Anggiluli, 9 Kepala Dinas dan 3 Asisten Daerah serta beberapa kepala bagian belum menyampaikan LHKPN. Dalam pertemuan pada 19 Mei 2023, Wakil Bupati Alfons Sesa berjanji akan memastikan semua wajib lapor menyampaikan LHKPN paling lambat akhir bulan Mei 2023.
Bagi KPK, penyampaian LHKPN merupakan komitmen dari pejabat untuk bersikap transparan dan antikorupsi. LHKPN merupakan bentuk niat baik dari pejabat untuk menegakkan integritas. “Saat ini KPK mengembangkan instrumen deteksi korupsi dari LHKPN. Jangan sampai harta yang dilaporkan tidak benar. Gaya hidup tidak mencerminkan harta yang dilaporkan. Apalagi tidak mau melapor, sudah jelas ada mens rea untuk menyembunyikan kekayaan yang dimiliki. Bisa saja takut lapor, karena ada yang ditutup-tutupi. Jika demikian, maka besar kemungkinan ada kekayaan yang diperoleh tidak dengan cara-cara wajar atau bahkan ada indikasi pencucian uang. Hal ini bisa menjadi pintu masuk dilakukannya penelusuran TPK dan TPPU ” tutup Dian. (*)
Komentar