SORONG, PBD – Mengenakan kaos berkerah berwarna merah, celana panjang hitam panjang, memanggul tas ransel berwarna hitam, beralas kaki sandal yang sudah usang, Mustail Namugur, Pria berusia 18 tahun asal kampung Kokoda Kabupaten Sorong Selatan, melangkahkan kakinya dari Kelurahan Makbusun SP 3 Kabupaten Sorong menuju kampus IAIN Sorong, di Kilometer 18 Kota Sorong Papua Barat Daya belum lama ini.
Jihadnya menuntut ilmu ke perguruan Tinggi sudah bulat. Meski harus menempuh jarak sekitar 15 kilometer atau 4 jam perjalanan, Ia tak gentar untuk melangkah menuju Kampus hijau IAIN Sorong. Niatnya hanya satu, mengangkat derajat keluarga apalagi setelah kepergian Ayahandanya 6 tahun silam.
Ditemui sorongnews.com, Mustail Namugur, anak yatim dari 6 bersaudara ini akrab disapa Bilal.
“Nama Bilal diberikan Ibu Saya, supaya Saya bisa seperti Bilal bin Rabah, orang yang pertama kali mengumandangkan Azan di jaman Nabi Muhammad. Saya juga sering sekali mengumandangkan Azan di Masjid di kampung Saya, meski tidak ada yang datang sholat 5 waktu. Imam biasa sholat sendiri, tidak ada jamaah apalagi penceramah,” ungkap Bilal.
Di kampungnya, Kokoda, Bilal mengakui bahwa sepeninggalan Ayahnya, Ibunya hanya menjaga adik-adiknya di rumah gubuk yang masih terdiri dari tiang kayu, dinding dan atap pelepah daun sagu. Kehidupan sehari-hari mereka harus bertahan hidup dengan mengandalkan sumber daya alam yang ada disana. Berkebun atau memancing, sumber makanan mereka.
Usai menamatkan sekolahnya di SMA Kokoda, Bilal sudah memiliki tekad untuk keluar kampung dan menimba ilmu di Perguruan Tinggi. Ia pun menumpang sementara di rumah kerabatnya di SP 3 Kabupaten Sorong dan mencari Perguruan Tinggi yang ringan biaya perkuliahannya.
“Saya dapat informasi IAIN ini bagus, selain kampus Negeri juga banyak beasiswanya dan ada Mahad (pondok/asrama red). Saya mengejar itu, Saya harus dapat beasiswa supaya Saya bisa kuliah dengan sungguh-sungguh dan menjadi motivasi buat anak muda lain di Kampung Saya,” ujar hafiz 30 Juz ini mantap.
Setelah tiba di IAIN Sorong, Iapun mendafgar pada Fakultas Syariah dan Dakwah IAIN Sorong dengan program studi hukum keluarga. Alasannya jelas, Ia ingin setelah lulus mengabdikan diri di kampungnya, mengajarkan kepada masyarakat suku Kokoda mengenai hukum Islam, sehingga ada perubahan sifat, adat istiadat yang tidak sesuai dengan syariat agama Islam.
“Mama Saya di kampung tidak percaya juga Saya bisa kuliah, karena Kami dari keluarga yang tidak mampu. Tapi Saya sudah berniat, apa yang Mama Saya harapkan, supaya saya bisa menjadi seperti Bilal bin Rabah bisa terwujud. Saya juga siap menjadi muazin di Masjid Baitul Makmur IAIN Sorong. Saya akan mengabdikan diri Saya untuk mensyi’arkan Islam kepada kaum Saya,” tutup Bilal. (oke)
Komentar