SORONG, PBD – Sidang Senat Terbuka Wisuda Sarjana ke-XIX dan Magister ke-VIII Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong, Selasa (26/8/25), tidak hanya menjadi ajang pengukuhan gelar akademik, tetapi juga menyuguhkan kisah-kisah perjuangan yang menginspirasi bagi seluruh wisudawan, keluarga, dan tamu undangan.
Acara yang berlangsung khidmat di aula IAIN Sorong itu dihadiri jajaran pemerintah daerah, TNI-Polri, tokoh agama, pimpinan perguruan tinggi se-Sorong Raya, serta keluarga wisudawan.
Rektor IAIN Sorong, Dr. Suparto Iribaram, S.Sos., M.A, dalam sambutannya menekankan bahwa wisuda bukan akhir dari proses belajar, melainkan gerbang awal untuk mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan bermasyarakat.
Salah satu momen paling mengharukan terjadi saat Muhammad Fajrin, mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, membentangkan kertas manila berwarna pink dengan tulisan,
“Jadi sarjana adalah kemauan ayah dan ibu, tapi saat aku wisuda, hanya aku dan ibu tanpa ayah.” tulisnya haru.
Aksi sederhana namun penuh makna ini membuat seluruh aula terdiam sejenak, menyadari betapa perjalanan pendidikan setiap mahasiswa sarat dengan perjuangan personal yang tidak selalu terlihat dari luar.
Tidak hanya Fajrin, mahasiswa lain, Sihran, turut menciptakan momen ceria dengan melakukan selfie di atas panggung bersama teman-teman wisudawan, menandai kebahagiaan dan kebersamaan mereka dalam meraih gelar akademik.
Wisudawan terbaik tahun ini, Zurriyah Nur Hamida, S.Pd., berhasil meraih IPK 4,00. Anak dari Bapak Semian dan Ibu Ani Pujiasuti, kelahiran Kalobo, 31 Maret 2004, kini menjadi guru honor di SDIT Mutiara Insan, Jalan Gambas.
Zurriyah menceritakan perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan. Ayahnya bekerja sebagai tukang kayu, Ayahnya kerap pulang mengalami luka fisik. Sementara ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Semasa SMP/MTs Ia pernah bermimpi menjadi tenaga medis, namun pupus saat seseorang mengatakan anak tukang kayu tidak usah banyak tingkah. Orang tua tidak mampu, jadi tidak mungkin bisa lanjut sekolah.
Perkataan itu kemudian menjadi cambuk baginya untuk membuktikan bahwa meraih pendidikan tinggi bukan hanya soal orang kaya atau miskin, bukan anak siapa, tapi soal kemauan, keberanian dan restu orang tua.
Lulus SMP Ia harus membagi waktu antara sekolah dan bekerja sejak SMK.
“Jam 7 pagi sampai 12 siang saya sekolah, lalu pulang bekerja hingga sore dan malam. Cita-cita saya menjadi tenaga kesehatan pupus tapi saya bertekad untuk berpendidikan tinggi,” kenangnya.
Setelah lulus SMK, Zurriyah mencari cari perguruan tinggi sesuai kemampuan dan akhirnya Ia memilih IAIN Sorong karena menawarkan biaya terjangkau dan program beasiswa yang membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
“Alhamdulillah, tidak ada uang pembangunan, tidak ada uang pendaftaran. Kampus menyediakan banyak beasiswa, termasuk beasiswa KIP. Tanpa itu, saya tidak bisa membeli laptop atau mencetak tugas,” tambahnya.
Ia pun berpesan kepada siapa saja yang mempunyai cita cita untuk tidak putus asa meraih cita citanya.
Tahun ini, IAIN Sorong mewisuda 165 lulusan terdiri dari magister dan sarjana. IAIN juga menambah satu program studi baru, yaitu Manajemen Bisnis Syariah, serta mencatat peningkatan jumlah pendaftar menjadi lebih dari 400 mahasiswa baru, termasuk mahasiswa internasional dari Nigeria, Madagaskar, Yaman, Pakistan, dan Papua Nugini. Pada 2025, tercatat 10 mahasiswa asing tengah menempuh studi di IAIN Sorong.
Rektor Suparto Iribaram berharap, lulusan IAIN Sorong dapat mengamalkan ilmu untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan lembaga pendidikan lain dan pemerintah daerah untuk membangun Papua Barat Daya yang berdaya, mandiri, dan berprestasi.
“Wisuda ini bukan akhir, tapi awal dari pengabdian. Teruslah belajar, berinovasi, dan jangan pernah lelah mencintai negeri ini dengan karya nyata,” pesannya. (Oke)
Komentar