SORONG, PBD – Ketika sebagian kota terlelap, dua mobil ambulans sederhana masih menyusuri jalanan Sorong. Dari gang-gang sempit di pelosok kampung hingga hiruk-pikuk pusat kota, sirene itu bukan sekadar bunyi darurat melainkan harapan.
Ambulans milik Yayasan At Taubah Peduli Sorong (YAPS) itu bergerak nyaris tanpa henti, dikemudikan oleh relawan, untuk satu tujuan menyelamatkan dan memanusiakan sesama, tanpa melihat suku, agama dan latar belakang.
Dibalik roda kemanusiaan yang terus berputar itu, berdiri sosok Edi Purnomo Golap, relawan yang memilih bekerja dalam diam, namun jejak baktinya menjalar luas.
Tak banyak yang tahu, YAPS mengoperasikan dua unit mobil ambulans yang setia mondar-mandir melayani masyarakat tanpa memandang latar belakang. Ambulans itu menjangkau daerah pelosok, mengantar warga sakit dari rumah-rumah sederhana ke rumah sakit, membantu pasien rujukan darurat, hingga mengurus dan mengantar jenazah mereka yang tak lagi memiliki keluarga atau tak mampu.
Sering kali, panggilan datang di tengah malam. Tanpa bertanya siapa dan dari mana, relawan YAPS bergerak. Tak jarang, biaya operasional ditutup dengan urunan relawan atau dari sumbangan seadanya. Namun roda ambulans tetap berjalan.
“Selama masih bisa bergerak, kami akan datang. Karena sakit dan kematian tidak pernah menunggu siapa pun,” ujar Edi Purnomo saat didatangi Pimpinan dan redaksi Sorongnews di Graha Lansia, Malanu, Kota Sorong, pekan lalu.
Ambulans YAPS telah menjadi saksi bisu bagi jerit kesakitan pasien, doa lirih keluarga, hingga tangis perpisahan saat jenazah diantar ke tempat peristirahatan terakhir dengan penuh hormat.
Di balik Malanu yang terkenal sebagai lokalisasi terbesar di Kota Sorong, berdiri Graha Lansia YAPS tempat para lansia terlantar menemukan kembali arti pulang. Edi Purnomo adalah sosok di balik berdirinya rumah kemanusiaan ini.
Di sini, para lansia yang sakit, tak terawat, bahkan ditinggalkan keluarga dirawat dengan penuh kasih. Mereka dimandikan, diberi makan, diantar berobat menggunakan ambulans YAPS, hingga didampingi secara rohani di hari-hari terakhir hidup mereka.
Graha Lansia bukan panti mewah. Namun di sanalah martabat manusia dijaga hingga akhir hayat.
Salah satu kisah paling menggugah adalah tentang seorang duda kaya raya yang di masa jayanya dikenal sebagai pengusaha sukses. Ketika usia renta dan sakit datang, hidupnya justru runtuh. Seluruh harta bendanya direbut oleh keluarga mendiang istrinya. Ia terlantar, sakit, dan hidup tanpa tujuan.
Edi Purnomo menemukannya dalam kondisi lemah. Tanpa menimbang masa lalu atau status sosial, ia membawanya ke Graha Lansia YAPS. Ambulans YAPS menjemputnya, mengantar ke rumah sakit, lalu merawatnya hingga kini Ia menjadi salah satu penghuni di Graha tersebut.
Bagi Edi Purnomo, kemanusiaan tak mengenal sekat suku, agama, ras, maupun status ekonomi. Ia hadir untuk siapa saja, korban bencana, warga miskin kota, pasien sakit, lansia terlantar, hingga jenazah tanpa keluarga.
Dedikasi inilah yang mengantarkannya meraih Sorong News Award II Tahun 2025 kategori Tokoh Sosial Kemasyarakatan Inspiratif. Namun baginya, penghargaan sejati adalah ketika ambulans masih bisa melaju dan Graha Lansia tetap menyala sebagai rumah harapan.
“Penghargaan ini bukan milik saya. Ini milik para relawan, para donatur kecil, dan mereka yang percaya bahwa kebaikan harus terus berjalan,” tuturnya.
Saat ini, Edi Purnomo tengah menunaikan ibadah umrah di Tanah Suci menjadi salah satu dari 30 jamaah yang diberangkatkan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
Namun di Kota Sorong, dua ambulans YAPS masih terus bergerak. Dari pelosok hingga tengah kota. Dari mengantar pasien sakit hingga mengurus jenazah.
Di sanalah jejak Edi Purnomo hidup pada sirene yang memanggil harapan, pada lansia yang tersenyum di akhir usia dan pada kemanusiaan yang tetap menyala meski tanpa sorotan. Ia berharap semakin banyak orang yang mendedikasikan diri untuk kemanusiaan. (Jharu)








Komentar