IAIN Sorong Jadi Titik Temu Akademisi Dunia Bahas Islam dari Pinggiran Papua

SORONG, PBD — Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong sukses menggelar International Conference Islamic Studies in the Periphery #1: Insight from Papua for the Global Discourse, menghadirkan para akademisi dari berbagai negara untuk membahas peran wilayah pinggiran, khususnya Papua, dalam memperkaya wacana keislaman global.

Kegiatan yang menjadi ajang pertukaran gagasan antara perspektif lokal Papua dan pandangan global tentang Islam moderat dan multikultural digelar di aulan IAIN Sorong, Kamis (23/10/25).

PENGUMUMAN BERITA KEHILANGAN

Rektor IAIN Sorong, Assoc. Prof. Dr. Suparto Iribaram, menegaskan bahwa konferensi ini menjadi momentum penting untuk menegaskan posisi Papua sebagai pusat pengetahuan dan penelitian Islam di kawasan timur Indonesia.

“Papua tidak hanya menjadi penerima pengetahuan, tetapi juga produsen gagasan. Dari Sorong, kita ingin menyuarakan Islam yang damai, toleran, dan membangun peradaban,” ujarnya.

Dengan semangat “think local, act global”, IAIN Sorong berkomitmen memperkuat jaringan kolaborasi akademik dan menjadikan Papua sebagai pusat kajian yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan peradaban Islam dunia.

Pada kesempatan tersebut, Rektor IAIN membawakan materi terkait falsafah satu tungku tiga batu yang dikenal menjadi salah simbol toleransi dan keberagaman yang dianut oleh orang Papua terutama di Kabupaten Fak-fak.

Sementara itu, Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Ahmad Nausrau menegaskan bahwa Papua merupakan wilayah yang sangat luas dan kaya akan keberagaman etnis, budaya, serta latar belakang spiritual. Menurutnya, keberagaman ini menjadi kekuatan dan kekayaan spiritual yang luar biasa bagi Indonesia.

“Papua sering disebut sebagai wilayah periferi, namun justru di dalamnya tersimpan kekayaan budaya dan spiritual yang luar biasa. Otonomi Khusus (Otsus) hadir bukan hanya untuk mempercepat pembangunan dan pemberdayaan, tetapi juga untuk melindungi kultur dan identitas Papua,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa Islam bukanlah agama baru di Tanah Papua, melainkan telah hadir sejak lama dan memberikan warna tersendiri bagi kehidupan masyarakat.

“Islam telah lama hadir di Tanah Papua dan menjadi bagian dari sejarah sosial budaya di wilayah ini. Islam bahkan menjadi fasilitator masuknya agama Kristen ke Tanah Papua pada tahun 1852 melalui peran Kesultanan Tidore. Ini menunjukkan bahwa sejak awal, kehidupan beragama di Papua dibangun di atas semangat toleransi dan kebersamaan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Wakil Gubernur menekankan bahwa nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil alamin harus terus dipelihara dan dikembangkan untuk menciptakan keadilan sosial, perdamaian, dan kemanusiaan universal.

“Momentum konferensi ini menjadi pengingat bahwa Papua mampu memberikan kontribusi tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga untuk wacana Islam global. Dari timur Indonesia, kita ingin menunjukkan bahwa Islam di Papua adalah Islam yang moderat, inklusif, dan membawa kedamaian,” tegasnya.

Konferensi ini dihadiri oleh narasumber internasional seperti Assoc. Prof. Dr. Muhammad Arga Tawalbeh dari Yordania, Prof. Dato’ Shushilil Azam Shuib, dari Malaysia Assoc. Prof. Dr. Bodor Sobirin dari Uzbekistan, serta akademisi dari Malaysia dan Indonesia baik secara langsung ataupun online.

Diikuti dosen, guru, mahasiswa sa. Pelajar serta organisasi keagamaan. (Oke)

Komentar