SORONG, PBD – Suasana penuh sukacita mewarnai Ibadah Syukur Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-98 Pekabaran Injil di Tanah Moi yang digelar di Tugu Pendaratan Injil, Kawasan Pelabuhan Usaha Mina, Kota Sorong, Senin (27/10/2025).
Perayaan akbar ini dihadiri langsung oleh Gubernur Papua Barat Daya (PBD) Elisa Kambu, Wakil Gubernur Ahmad Nausrau, Wali Kota Sorong Septinus Lobat, Ketua DPRD Kota Sorong John Lewerissa, jajaran pimpinan perangkat daerah di lingkup Pemprov dan Pemkot Sorong, unsur Forkopimda, serta tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tamu undangan lainnya.
Bagi masyarakat suku Moi, perayaan ini memiliki makna yang sangat istimewa. Tanah Moi menjadi tempat pertama kali kabar keselamatan melalui Pekabaran Injil mendarat di wilayah Sorong, Papua Barat Daya pada 98 tahun silam.
Sebagai ungkapan syukur, perayaan tersebut ditandai dengan pemotongan kue ulang tahun dan diiringi dengan puji-pujian, tarian, serta doa bersama, mencerminkan sukacita umat yang telah menikmati buah dari pemberitaan Injil selama hampir satu abad.
Gubernur PBD Elisa Kambu menegaskan bahwa seluruh umat Kristen di Tanah Moi patut bersyukur karena Injil telah membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat hingga saat ini.
“Bersama-sama di tempat ini hanya karena Injil. Kalau bukan Injil, kita tidak akan berjumpa di sini. Jadi hari ini kita harus bersukacita, memuji Tuhan, menari, bergoyang untuk Tuhan,” ujar Gubernur PBD Elisa Kambu di hadapan ribuan jemaat yang hadir.
Ia menyebut bahwa 98 tahun perjalanan Pekabaran Injil bukanlah waktu yang singkat, melainkan proses panjang yang telah membentuk iman dan peradaban masyarakat di Tanah Moi.
“Kabar baik itu datang 98 tahun lalu. Itu perjalanan yang panjang. Benih itu sudah tumbuh dan sekarang kita menikmati hasilnya hari ini,” sebutnya.
Gubernur menekankan bahwa para pekabar Injil yang datang ke tanah Papua tidak membawa kepentingan pribadi, melainkan membawa keselamatan dan kasih karunia Tuhan bagi umat manusia.
“Mereka datang hanya membawa satu hal yakni Injil. Mereka tidak memikirkan diri sendiri, tetapi keselamatan saudaranya. Injil itu telah hadir dan membebaskan kita semua,” tegasnya.
Dalam momentum tersebut, Elisa Kambu mengajak seluruh umat untuk merenungkan makna kehadiran Injil dan bagaimana buah dari kehidupan orang percaya dapat dirasakan oleh generasi berikutnya.
“Kalau hari ini kita ada, itu karena ada masa lalu. Pertanyaannya, buah yang kita hasilkan nanti bagaimana? manis kah? asam kah? atau jangan-jangan tidak berbuah?,” ucapnya sambil mengajak jemaat untuk hidup dalam ketaatan dan takut akan Tuhan.
Menurutnya, takut akan Tuhan berarti memiliki karakter yang mencerminkan kasih dan kedamaian.
“Kalau orang takut Tuhan, dia tidak marah orang, tidak benci, tidak fitnah, tidak menjelekkan, tidak menceritakan kekurangan orang lain. Kalau masih begitu, berarti belum takut Tuhan,” imbuhnya.
Dirinya menekankan pentingnya keteladanan para pemimpin baik rohani maupun pemerintahan untuk hidup tertib dan menjadi contoh bagi masyarakat.
“Pemimpin harus menjadi contoh. Pendeta tertib, gereja tertib, wali kota tertib, gubernur tertib. Semua harus mulai dari diri sendiri,” terangnya.
Lebih lanjut, Gubernur Elisa menegaskan bahwa Injil bukan sekadar khotbah atau teori, namun menjadi gaya hidup yang nyata dalam keseharian.
“Injil telah membebaskan kita dari kegelapan dan Injil itu kehidupan. Injil tidak bisa hanya dibicarakan di mimbar. Kehidupan Injil itu menghormati orang lain, menghargai, berbelas kasihan, berani mengampuni, suka membantu, tidak sombong, dan rendah hati,” tuturnya.
Ia mengingatkan bahwa kehidupan di dunia hanya sementara, sehingga manusia tidak boleh sama sekali membeda-bedakan satu sama lainnya.
“Kita semua datang dari debu yang sama, dan akan kembali ke debu yang sama. Maka tidak boleh ada kelas-kelas di antara kita. Kita sama di mata Tuhan,” pesannya.
Pada kesempatan itu, Mantan Bupati Asmat 2 periode itu memaparkan bahwa Pekabaran Injil di Tanah Moi bukan milik satu gereja atau golongan tertentu, melainkan milik seluruh umat di negeri ini.
“Ibadah syukur ini tidak boleh diklaim satu gereja saja. Ini milik semua orang yang tinggal di negeri ini. Karena waktu itu belum ada gereja seperti sekarang. GKI baru 69 tahun, sementara pekabaran Injil sudah 98 tahun,” tandasnya.
Peringatan HUT ke-98 Pekabaran Injil di Tanah Moi bukan sekadar perayaan keagamaan, melainkan juga refleksi sejarah dan spiritualitas.
Melalui momentum ini, masyarakat Sorong Papua Barat Daya diajak untuk terus menjaga nilai-nilai kasih, persaudaraan, dan persatuan sebagaimana semangat awal para pekabar Injil yang membawa terang ke tanah ini, tanah Moi, Sorong Papua Barat Daya. (Jharu)









Komentar