Dalam sambutannya, Kadis PPLH Kota Sorong Julian Kelly Kambu mengatakan, “Saya sangat tertarik dengan program ini, persoalan lingkungan itu sudah masuk dalam masa kritis bagaimana konsep dan gaya berfikir pemerintah Daerah, sampai-sampai di Papua Barat mendeklarasikan Provinsi konservasi itu di UU otonomi khusus pasal 63-64, namun dalam pelaksanaannya itu tidak teralisasi. Urusan lingkungan hidup adalah urusan wajib dari Sabang sampai Merauke, kebijakannya hanya aturan saja, hari ini saya sangat bangga karena melihat scholl of Eco Diplomacy untuk melakukan perubahan dan perbaikan sedikit demi sedikit, dalam membangun generasi muda sebagai ujung tombak, sebagai corong pembangunan dalam hal kebijakan pembangunan yang bernuansa lingkungan”, tuturnya.
Menurut Julian, kondisi lingkungan hidup tak bisa dipisahkan dari wacana pembangunan ekonomi. Bila lingkungan hidup rusak, maka rencana pembangunan tak bisa dijalankan dengan baik. Sebaliknya, mengesampingkan lingkungan hidup hanya mendatangkan bencana alam.
Pemukulan tifa menandakan resmi dimulainya pendidikan school of eco diplomacy
Pasalnya, Kota Sorong berada di daerah rawan bencana berupa gempa bumi, banjir bandang, dan tsunami. Pada Juli 2020 misalnya, Kota Sorong dilanda bencana banjir dan tanah longsor hingga memakan lima korban jiwa. Bencana tersebut terjadi karena terdapat pertambangan galian C yang beroperasi di Kota Sorong.
“Membangun jembatan itu mudah. Tapi untuk mengubah pola pikir untuk menjaga lingkungan tidak semudah membalik telapak tangan. Hari ini memberikan semangat baru bagi saya bahwa ada harapan baru untuk melihat perubahan melalui anak muda,” kata Julian.
Komentar