Kisah 15 Nelayan Merauke Masuk Perairan Australia, Kapten: Cukup Kali Ini Saja

MERAUKE, PAPUA SELATAN – Sebanyak 15 nelayan asal Merauke, Papua Selatan dari 2 kapal yaitu KM Nurlela dan KM Putra Ikhsan/Ikhsan Jaya mengalami kisah yang tak terlupakan dari perjalanan menangkap ikan kakap china di perairan Indonesia (laut Aru) hingga memasuki perairan Australia.

Dua kapten dari KM Nurlela dan KM Putra Ikhsan berbagi kisah saat ditemui media di penampungan pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Benoa, Jalan Pelabuhan Umum Benoa, Denpasar, Bali.

Berawal 15 warga Merauke asal Sulawesi Selatan (Makassar) dan seorang anak Papua asal suku Marind dari Kampung Makaling, Distrik Okaba serta dari Dobo itu berlayar dari Torasi 16 Juni 2024 menyebrang perairan diluar area aktivitas biasanya karena faktor segi hasil ikan yang diperoleh.

“Kita disana beberapa hari, cuma kadang dapat ikan dan tidak. Kemarin berfikir siapa tahu bisa dapat lebih ditempat menyebrang diluar torasi. Sebelumnya kita (melaut, red) diperbatasan dengan Kondo, diluar Payum dan Tomer,” ungkap Kapten KM Nurlela, Budi disela-sela mendapat kunjungan dari Pemerintah Kabupaten Merauke dan Pemerintah Provinsi Papua Selatan serta HNSI Papua Selatan, Senin (15/7/24).

“Kenapa bisa sejauh itu menyebrang (masuk perairan Australia, red)? Karena kendala dari tempat kapal kita lewat, kita menghindari rep (bentangan pasir yang muncul di pinggiran laut atau tengah laut dangkal, red). Jadi sampai jauh begitu. Sebenarnya kalau dari kita tidak tahu (masuk perairan Australia, red). Cuma ketika dikasih lihat semacam petanya, ternyata kita jauh menyebrang karena ini pertama kali juga kesana,” sambungnya.

Budi bersama Kapten KM Putra Ikhsan, Ahmad mengaku kala itu kedua kapal yang dinakhodai mencari ikan jaraknya berdekatan. Masing-masing kapal selama dua hari melaut dari Torasi diperkirakan mendapat tangkapan ikan masih sedikit, kurang lebih 20 kilogram dan bukan ikan yang biasa ditangkap di perairan Australia (teripang).

Fokus tujuan melaut diakui mengejar kakap china untuk memperoleh gelembung ikan, namun sebagian jenis ikan yang didapat seperti ikan kuru dan kerapu.

Budi menjelaskan, pulangnya kapal ke darat memang tidak ditargetkan karena tergantung perolehan rejeki tangkapan ikan. Mereka pulang ketika memperkirakan hasil ikan yang didapat sudah menutupi pembayaran perbekalan berupa bahan makanan (bama), rokok dan BBM dari pemilik kapal.

Selain itu, ada pembagian hasil sedikit tangkapan ikan dengan pemilik kapal. Terkadang, melautnya paling lama hingga satu bulan dengan persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 3.000 liter.

“Sebenarnya tidak ada tuntutan dari pemilik kapal menargetkan hasil tangkapan ikan sekian. Karena kita ambil gelembung ikan hanya dapat per gram saja, sedangkan daging ikan kita kasih ke teman-teman untuk dimakan atau dibuat ikan asin,” beber pria kelahiran 29 Oktober 1993 yang sudah melakoni sebagai pelaut sejak 2009 ini.

Budi menguak perjalanannya dua hari menyebrang perairan Australia dan saat menuju pulang sekitar 7 mil ke Torasi berpapasan dengan kapal patroli Australia.

“Sementara kita jalan pulang 18 Juni 2024 sekira pukul 10.00 WIT, berpapasan dengan kapal dari Australia. Kemudian, kapalnya menurunkan dua speed. Satu speed berjumlah 4 orang polisi menuju KM Nurlela dan satu speed lagi menuju KM Putra Ikhsan. Saat itu tidak ada tembakan,” lugasnya.

Kapten yang membawa 6 ABK ini mengatakan, saat ditangkap Otoritas Australia tidak ada perlawanan. Selanjutnya, dia bersama 14 rekan nelayan dua kapal dibawa ke Detensi Darwin dan dikarantina selama 5 hari.

Saat itu, Budi melihat informasi yang tertulis adalah kapal disita sehingga tidak mengetahui sudah dibakar atau tidak. Termasuk handphone dan barang lainnya disita, hanya baju dan rokok yang dikembalikan kepada nelayan.

Menurutnya, Otoritas Australia memperlakukan 15 nelayan Indonesia dengan baik. Hingga pada 6 Juli 2024 dimulainya kepulangan ABK ke Indonesia secara bertahap hingga 17 Juli 2024 menggunakan pesawat komersil dari Australia ke Denpasar, Bali.

Budi mendapatkan tiket pulang ke Indonesia lebih dulu hingga akhirnya mendapatkan informasi seorang rekannya atas nama Janneng sakit. Seyogyanya, Janneng sudah tiba di Denpasar pada 10 Juli 2024 lalu, namun kini masih dalam pengawasan hingga dinyatakan sembuh.

“Kondisinya Janneng saat saya masih di Australia, dia masih sehat seperti biasa. Cuma beberapa kali teman datang menyampaikan, dia terlalu fikiran sampai loyo dan sakit. Mungkin karena setiap hari diperiksa karena kita awalnya diisolasi 5 hari. Tinggal di kamar saja, makan tidur. Tidak keluar sama sekali. Makan dua kali sehari siang dan malam di hotel Darwin, kadang ada persediaan mie bisa makan lebih dua kali. Pertama kali ditangkap, makanya tidak tahan dan juga mungkin terfikir keluarga, ada anak istri,” kata Budi.

“Kita tidak akan mengulangi lagi pelanggaran pertama ini, kedepan tidak terjadi kedua kalinya. Cukup kali ini saja, sudah menjadi pelajaran. Mencari ikan secukupnya saja,” tandasnya.

Kapten KM Nurlela dan Kapten Putra Ikhsan bersama 12 nelayan ABK yang kini dalam kondisi sehat di Bali mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia yang memfasilitasi kepulangannya ke tanah air. Termasuk HNSI Papua Selatan yang ikut mengawal kepulangan nelayan.

Budi dan Ahmad pun menyampaikan banyak terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Merauke yang membiayai tiket kepulangan 15 nelayan dari Bali ke Merauke.

“Alhamdulillah sampai hari ini (14 nelayan di Bali, red) semua sehat, hanya satu teman yang masih disana (Australia, red). Kita pulang ke Merauke besok 19 Juli 2024 (dari Denpasar dan tiba di Merauke 20 Juli 2024, red),” pungkas Budi saat dikonfirmasi kembali, Kamis (18/7/24). (Hidayatillah/Jharu)

Komentar