MERAUKE, PAPUA SELATAN – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Selatan diwakili Biro Pemerintahan Otonomi Khusus (Otsus) dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Papua Selatan pada Senin (15/7/24) hadir menyaksikan kepulangan 13 nelayan dari total 15 nelayan asal Merauke yang dideportasi dari Darwin, Australia ke tanah air melalui Bandar Udara Denpasar, Bali mulai tanggal 6-15 Juli 2024.
Pemprov Papua Selatan bersama Pemerintah Kabupaten Merauke dan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Papua Selatan menyambangi belasan nelayan yang kini berada ditempat penampungan pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Benoa, Jalan Pelabuhan Umum Benoa, Denpasar, Bali.
Kondisi 13 nelayan diantaranya 2 kapten KM Nurlela dan KM Putra Ikhsan beserta 11 Anak Buah Kapal (ABK) dalam keadaan sehat. Sedangkan, seorang nelayan dalam proses kepulangan dari Darwin menggunakan penerbangan komersial Jetstar JQ 082 pada 16 Juli dan tiba di Denpasar 17 Juli 2024 pukul 01.35 WITA. Kemudian, seorang nelayan lagi atas nama Janneng berdasarkan informasi dari KJRI di Darwin, belum bisa dideportasi ke tanah air karena sakit sehingga masih perlu pengawasan.
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Papua Selatan, Maddaremmeng menuturkan, pemerintah hadir ketika ada masyarakat yang kesulitan seperti yang terjadi saat ini adanya kepulangan 15 nelayan yang tertangkap di Australia.
“Seperti kita ketahui bersama, pembiayaan untuk pemulangan nelayan dari Denpasar, Bali ke Merauke sudah disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Merauke. Maka pemerintah provinsi hadir untuk memastikan dan menyaksikan pemulangan nelayan. Supaya masyarakat tahu bahwa Pemkab Merauke dan Pemprov Papua Selatan hadir ketika masyarakat membutuhkan atau kesulitan,” ungkapnya kepada wartawan di sela-sela kegiatan.
Maddaremmeng memberikan pesan bijak kepada seluruh nelayan di wilayah cakupan Provinsi Papua Selatan untuk berhati-hati, melihat, dan memastikan tidak melewati batas negara saat mengais rejeki. Karena ada konsekuensi yang diterima bagi setiap pelanggar lintas batas negara.
“Teman-teman nelayan hati-hati, melihat dan memastikan supaya batas-batas negara itu tidak terlewati karena kalau terjadi hal seperti ini (15 nelayan tertangkap, red) maka yang paling dirugikan adalah masyarakat juga,” tegasnya.
Pj Sekda Maddaremmeng mengatakan, pemerintah berkewajiban membantu masyarakatnya. Pantang menyerah dalam melayani masyarakat, namun diharapkan masyarakat tidak melanggar aturan.
Menurutnya, pemilik kapal bertanggung jawab terhadap 15 nelayan tersebut. Pj Sekda Provinsi Papua Selatan meyakini Pemkab Merauke sudah melakukan komunikasi dengan keluarga nelayan maupun dengan pemilik KM Nurlela dan KM Putra Jaya.
“Pemerintah Provinsi Papua Selatan menunggu informasi dari Pemerintah Kabupaten Merauke. Misalnya, ada kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi Papua Selatan. Koordinasi, kolaborasi antara Provinsi dan Kabupaten mutlak dilakukan,” jelas Pj Sekda PPS.
Ditanya upaya kebijakan pemerintah pasca 15 nelayan di deportasi dari Australia, Maddaremmeng mengungkapkan, Pemprov Papua Selatan akan berkoordinasi dengan Pemkab Merauke untuk kebaikan nelayan kedepan tetap bisa melaut mencari ikan.
“Pemerintah berupaya mengedukasi teman-teman nelayan supaya bisa lebih taat dengan hal-hal lintas batas. Walau dilaut kondisinya susah, bahkan ada yang terjadi bukan karena keinginan seperti terseret badai. kami mengimbau kepada nelayan supaya memperhatikan dengan teliti/jeli batas negara. Karena kalau tertangkap Otoritas luar negeri akan ditangkap dan kapal ditenggelamkan,” ucapnya. (Hidayatillah)
Komentar