Puasa Transformatif

Hamzah Khaeriyah*

SORONG, – Puasa adalah ibadah yang   diwajibkan kepada umat Islam dan merupakan salah satu rukun Islam. Ia dilaksanakan pada bulan ramadhan. Bulan yang di dalamnya (menurut petunjuk Alquran) telah diturunkan Alquran.

Transfromasi sebagai suatu istilah yang dikenal dalam dunia kepemimpinan, oleh Indah Kamsiyah (2016) memberikan penekanan kepada kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan dalam membangkitkan kesadaran, mengoptimalkan tenaga ekstra untuk mencapai tujuan organisasi tanpa mereka merasa tertekan.

Tujuan berpuasa yang diajarakan oleh Alquran, yakni menjadi orang yang bertakwa, dapat saja dicapai dengan mengembangkan kepemimpinan transformatif pada diri sendiri dan pada orang lain. Ketidaknyamanan  beribadah (puasa) yang dialami oleh seseorang atau bahkan suatu komunitas tertentu boleh jadi karena rasa tertekan yang mereka alami. Rasa tertekan ini, dapat saja timbul meskipun dalam  kondisi normal atau bahkan dalam kondisi darurat.

Secara teoritis, bagi pemimipin transformatif, pemahaman kondisi normal dan darurat yang mengitari lingkungan bawahan dan diri pemimpin dipandang sebagai suatu peluang untuk  mencapai tujuan organisasi tanpa terpaksa dan penuh dengan serta kekuatan ekstra.

Bagi orang yang berpuasa, kesadaran ekstra menjadi penting karena, bulan ramadhan adalah bulan menjanjikan peluang yang sangat luar biasa. Peluang pahala, rahmat Allah, kasih sayang Allah, pengampunan dan berkah kesadaran. Peluang ini dapat saja  diraih semaksimal mungkin jika dilakukan dengan penuh kesadaran.
Imam Al-Gazali (w.1111) membagi manusia pada tiga tingkatan yaitu awam, sedang (khas) dan unggul (Khasul Khas). Tingkatan   unggul ini dipandang menggunakan kekuatan ekstra. Kekuatan ekstra adalah memanfaatkan secara  optimum potensi manusia.

Hamzah (2019) menyebut penelusuran makna manusia dalam Alquran  pada terma annas, al basyar, al Ins serta al Insan, memberikan informasi terkait potensi yang dimiliki manusia. Menurutnya potensi al Basyar, menggambarkan manusia sebagai mahluk biologis,  yang tampak secara fisik.  Potensi ini dapat dikembangkan pada kemampuan untuk memahami apa dan bagaimana kebutuhan sebagai mahluk biologis dan penataan tampilan fisik manusia.

Bagi  manusia unggul milsanya, cara pandang mereka terhadap al Basyar, tidak lagi pada pemenuhan biologis dan pemenuhan tampilan fisik untuk dirinya saja, tetapi memberikan ruang besar agar mentransformasikan kepada kepentingan yang lebih luas di luar dirinya atau dengan lingkungan sosial mereka dan bahkan antar generasi.

Terhadap contoh ini dapat dikemukakan secara sosiologis bahwa terdapat umat Islam yang memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan dengan melalui pemberian infak yang melampaui harapan dari sang penerimanya.

Potensi lain manusia dipahami dari Al Ins.  Hamzah (2019) menyebut sebagai mahluk yang menyembah kepada Allah.  Secara teoritis, maka dengan menggunakan tenaga ekstra maka seseorang dapat memberikan ruang besar kepada dirinya untuk menyembah kepada Allah  pada bulan ramadhan, tidak saja  pada ibadah ritual tapi juga pada ibadah sosial dan spiritual.

Ibadah spritual misalnya, seseorang yang menggunakan waktu yang berjam-jam untuk mendoakan keselamatan keluarga dan bangsa antar generasi; kesediaan sang guru sekolah mendoakan berjam-jam seluruh siswa dan alumni sekolah untuk memperoleh keberkahan dalam bulan ramadhan; atau   seorang ibu rumah tangga yang tinggal di daerah terpencil dengan penuh kesadaran menggunakan waktu berjam-jam hanya berdoa agar warga desa antar generasi dapat memperoleh keberkahan.

Mendorong diri sendiri sebagai pemimpin yang terbebas dari keterpaksaan dalam mengabdi, dapat diketahui melalui konsep  ikhlash dalam Islam;  mendorong diri sendiri untuk memiliki kemampuan mengembangkan potensi diri sendiri secara ekstra untuk kebaikan dapat diketahui  melalui konsep ihsan dalam Islam; mendorong diri sendiri untuk  memiliki harapan yang besar yang melampaui harapan  dan prediksi manusia sangat memungkinkan diketahui melalui penalaran pada konsep Iman dalam Islam.

Pemahaman dan  penghayatan terhadap konsep Ikhlash, Ihsan dan Iman, dalam kehidupan seseorang yang berpusa sangat memungkinkan melakukan perubahan  yang dampak perubahan itu tidak saja dinikmati oleh masyarakat sekitar  antar generasi.  Wallahu A’lam.

*Penulis merupakan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong.

Komentar