Ketua Komisi 1 : Narapidana Punya Hak dan Kewajiban, Kewajiban Pemda Berikan Perhatian

SORONG, PBD – Ketua Komisi 1 DPRD Kota Sorong, H. Muhammad Taslim menanggapi terkait kaburnya 53 orang narapidana dari rumah tahanan Lapas kelas IIB Sorong pada Minggu, (7/1/24) lalu. Ditemui di kediamannya, Selasa (9/1/24) Politisi asal PKS ini mengingatkan muatan undang-undang nomor 22 tahun 2022 tentang sistem pemasyarakatan.

Ia mengatakan Undang-undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 dalam pasal 9 ada hak dari narapidana yaitu hak beribadah, dan hal ini sudah terpenuhi, karena kejadian kaburnya Napi habis ibadah minggu. Kedua mendapatkan perawatan yang baik, baik jasmani maupun rohani, ketiga mendapatkan pendidikan pengajaran dan kegiatan reksional serta kesempatan mengembangkan potensi, keempat itu mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Kelima mendapatkan layanan informasi, mendapatkan penyuluhan hukum dan bantuan hukum, menyampaikan pengaduan dan atau keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang, mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dilindungi dari tindakan penyiksaan, eksploitasi, pembiaran kekerasan dan segala tindak yang membahayakan psikis dan mental narapidana. Kemudian mendapatkan jaminan keselamatan kerja dan premi, mendapatkan pelayanan sosial dan menerima atau menolak kunjungan.

“Disini Saya mau mengingatkan kembali mengenai pasal ini, dimana kurangnya inovasi dalam Lapas membuat narapidana ini bosan dan melakukan tindakan ingin keluar dari Lapas. Oleh karena itu perlu adanya inovasi dalam pembinaan tahanan dan narapidana di dalam Lapas Sorong. Mengingat kejadian larinya narapidana dari Lapas Sorong bukan yang pertama,” ujar Taslim.

Ia berharap pemerintah daerah khususnya Kota Sorong dan pemerintah provinsi Papua Barat Daya yang baru berusia setahun dapat mengambil peran dalam memberikan pelayanan hak-hak Narapidana yang masih minim. Contohnya, usai keluar dari Lapas, Napi tidak memiliki keahlian lain selain keahlian sebelumnya, misalnya menjual narkoba, mencuri, begal atau lainnya.

Seharusnya menurut Taslim, Pemda memfasilitasi Lapas Sorong untuk bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan misalnya di BLVK Kota Sorong, sehingga narapidana yang usai menjalani masa tahanan saat keluar memiliki skill dan sertifikasi dan dapat berwirausaha dengan harapan tidak mengulangi lagi perbuatan kriminalnya.

“Kenapa disebut Lembaga Pemasyarakatan supaya tahanan yang masih di sana yang sudah menjadi narapidana itu, dia berbuat tindakan melawan hukum, mungkin ketidaksadaran atau mungkin faktor ekonomi sehingga dimasukkan dalam lembaga dan kemudian di Lapas itu kembali dimanusiakan, dijadikan dia berkarakter. Dia mungkin keterampilannya dipacu termasuk dari sisi mentalnya sehingga keluar nanti harapannya tidak mengulangi lagi perbuatannya. Ini menjadi PR bagi kita bersama baik dari Kementerian Hukum dan HAM wilayah Papua Barat, Gubernur dan juga Walikota. Mungkin perlu ada support anggaran sendiri,” ujar Taslim.

Ditanya apakah selama duduk di Komisi 1 pernah mengusulkan anggaran support Lapas, Taslim mengatakan bahwa Komisi 1 DPRD Kota Sorong pernah mengusulkannya, namun diskip oleh Banggar dan Wali Kota.

“Pejabat waktu itu tidak memberikan jawaban atas usulan tersebut, sehingga Kami berharap nanti pada pembahasan berikut, kami akan mati-matian agar anggaran diprioritaskan sehingga apa yang menjadi kebutuhan di Lapas itu diperhatikan lebih baik lagi, karena bagaimanapun yang ada di dalam lembaga itu adalah anak-anak kota Sorong semua yang harus memang dibina. Dia adalah warga kita yang harus kita manusiakan. Nah karena itu memang program pemerintah harus mereview ulang mungkin dinas terkait dipastikan supaya ada kolaborasi sehingga Lapas tidak kebobolan seperti saat ini,” harap Taslim. (oke)

___

Komentar