SORONG,- Menggunakan becak dari dermaga Pulau Dum, Saya dan kawan mengunjungi sebuah sekolah yang informasinya, dahulu adalah bekas Penjara kriminal kelas kakap. Setibanya di depan sekolah, Saya disambut pintu gerbang dari teralis besi berhias papan nama sekolah SMA Negeri 4 Kota Sorong Jalan Noho nomor 02 kelurahan Dum Barat Distrik Kepulauan.
Benar, Dinas Pendidikan kota Sorong, Papua Barat bersama tenaga pendidik Distrik Sorong Kepulauan memanfaatkan bangunan bekas Lembaga Permasyarakatan (Lapas) yang dulunya digunakan sebagai tempat permasyarakatan tahanan-tahanan. Masih tersisa sejumlah ruang tahanan lengkap dengan jeruji besi disana bersanding dengan bangunan baru yang digunakan untuk ruang kelas.
SMA Negeri 4 Dum ini juga pernah didatangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim beberapa waktu lalu hingga kemudian menjadi salah satu sekolah yang ramai menjadi buah bibir.
Salah seorang guru, Yosua Iblir menyapa Saya saat bertandang ke sekolah bernuansa biru langit tersebut. Menggunakan batik bercorak burung cendrawasih berwarna kuning, Pak Guru Yosua sangat antusias menceritakan asal muasal sekolah tersebut.
“Sekolah SMA Negeri 4 Kota Sorong didirikan, awal mulanya tokoh agama yang berada di pulau mutiara Dum ini, merasa kasihan terhadap siswa-siswa yang berada di pulau Dum ini. Mereka harus menggunakan transportasi laut untuk menuju ke sekolahannya,” ungkapnya.
Hal tersebut memerlukan banyak biaya yang begitu banyak, apalagi mayoritas penduduk yang berada di pulau Dum mata pencariannya hanya nelayan, sehingga dapat memberatkan keluarga. Tak sedikit yang akhirnya tidak dapat melanjutkan sekolah karena terkendala biaya transportasi.
Oleh karena itulah, tokoh agama bermusyawarah dengan dinas Pendidikan Kota Sorong agar mendirikan sekolah yang berada di Dum, yakni dikenal dengan sekolah SMA Negeri 4 Kota Sorong.
“Sejarah dari sekolah ini, berawal pada tanggal 14 Februari tahun 2003. Sekolah kemudian direnovasi seadanya. Sekolah ini didirikan dengan nama Sekolah Persiapan, kemudian pada tahun 2006 sampai dengan 2009 diubah nama sekolah tersebut menjadi sekolah Mutiara Dum. Pada tahun 2017 sampai dengan sekarang ini diganti menjadi SMA Negeri 4 Kota Sorong,” beber guru yang mengabdi di sekolah tersebut selama 16 tahun.
Ia menambahkan bahwa kisaran umur sekolah yang mencapai 16 tahun tentunya bukan segampang membalikan telapak tangan. Sejumlah tenaga pendidik termasuk dirinya yang sudah mengabdi belasan tahun, menjadi saksi proses terbangunya SMA Negeri 4 Kota Sorong dari awal mulai merintis sekolah ini, hingga terbangun megah seperti saat ini.
“Guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa, Mereka sangat mementingkan ilmu pendidikan khususnya di pulau mutiara Dum agar anak-anak Pulau tidak tertinggal pendidikan seperti yang bersekolah di Kota. Dengan adanya sekolah disini juga tentunya memudahkan akses pendidikan yang murah karena tak perlu mengeluarkan biaya transportasi,” imbuhnya.
Ia berharap tidak lagi ada anak-anak Pulau Dum atau pulau sekitar yang tidak bersekolah karena kendala biaya transportasi dan akomodasi seraya berharap perhatian dari pemerintah untuk terus mendukung fasilitas di sekolah tersebut. (Riq)
Komentar